Wednesday, April 29, 2020

Fikih : Peradilan, Hakim dan Saksi



DAFTAR ISI




KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang
      B.     Rumusan Masalah
      C.    Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
      A.    PERADILAN
1.      Pengertian Peradilan
2.      Fungsi Peradilan
3.      Hikmah Peradilan
      B.     HAKIM
1.      Pengertian Hakim
2.      Syarat-syarat Menjadi Hakim
3.      Tata Cara Peradilan Menjatuhkan Hukum
4.      Adab Kesopanan / Etika Hakim
5.      Adab Kesopanan / Etika Hakim
6.      Kedudukan Hakim Wanita
      C.    SAKSI
1.      Pengertian Saksi
2.      Syarat-syarat Saksi Yang Adil
3.      Kesaksian Tetangga dan Orang Buta
4.      Sanksi Terhadap Saksi Palsu
BAB III PENUTUP
      A.    Kesimpulan
      B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Peradilan Agama  telah hadir dalam kehidupan hukum di Indonesia sejak masuknya agama Islam. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat muslim akan penegakan keadilan, pemerintah mewujudkan dan menegaskan kedudukan Peradilan Agama sebagai salah satu badan kekuasaan kehakiman di Indonesia. Dalam Al-Qur’an, Hadits Rasul dan ijtihad para ahli hukum Islam, terdapat aturan-aturan hukum materiil sebagai pedoman hidup dan aturan dalam hubungan antar manusia (muamalah) serta hukum formal sebagai pedoman beracara di Peradilan Agama.
Dalam pembuatan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangannya, semua keputusan terletak ditangan Peradilan Islam sehingga bukan Jabatan yang main-main karena orang yang menentukan suatu keputusan.
Siswa dapat memenuhi, memahami dan menghayati ajaran Islam tentang pemerintahan dan memperdomaninya dengan benar serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu makalah ini membahas sedikit masalah Peradilan Islam.
B.       Rumusan Masalah
1.             Apa pengertian, fungsi dan hikmah peradilan? 
2.             Apa pengertian hakim?
3.             Apa saya syarat menjadi hakim?
4.             Bagaimana tata cara peradilan mejatuhkan hukuman?
5.             Bagaimana adab kesopanan seorang hakim?
6.             Bagaimana kedudukan hakim wanita dalam Islam?
7.             Apa pengertian dan syarat saksi?
8.             Bagaimana kesaksian tetangga dan orang buta?
9.             Apa sanksi terhadap saksi palsu?
C.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1.             Pengertian, fungsi dan hikmah peradilan 
2.             Pengertian hakim
3.             Syarat menjadi hakim
4.             Tata cara peradilan mejatuhkan hukuman
5.             Adab kesopanan seorang hakim
6.             Kedudukan hakim wanita dalam Islam
7.             Pengertian dan syarat saksi
8.             Kesaksian tetangga dan orang buta
9.             Sanksi terhadap saksi palsu



BAB II
PEMBAHASAN

A.      PERADILAN
1.         Pengertian Peradilan
Peradilan berasal dari kata adilyang mendapat imbuhan per- dan –an. Adil artinya “menempatkan sesuatu pada tempatnya.” Jadi, peradilan yang mendapat imbuhan per-an mengandung arti atau menunjukkan tempat, maka peradilan berarti “tempat atau lembaga yang menempatkan sesuatu pada tempatnya.” Alam hal ini peradilan lebih dikhususkan bergerak dalam masalah perkara-perkara hukum. Karenanya peradilan berarti lembaga yang menempatkan perkara-perkara hukum sesuai dengan tempatnya. Yang benar diputuskan benar, dan yang salah diputuskan salah.
Untuk kata peradilan, didalam bahasa Arab digunakan kata qadha’, jamaknya aqdhiya’ yang berarti,”memutuskan perkara/perselisihan antara dua orang atau lebih berdasarkan hukum Allah.” Qadha dapat pula diartikan, “Sesuat hukum antara manusia dengan kebenaran dan hukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah.” Para ahli fikih memberikan definisi qadha sebagai keputusan produk pemerintah, atau menetapkan hukum syari’ dengan jalan penetapan.
2.         Fungsi Peradilan
Lembaga peradilan bertugas menyelesaikan persengkatan dan memutuskan hukum. Dengan peradilan Allah SWT, memelihara keseimbangan dan kedamaian dalam masyarakat luas. Peradilan memberikan keputusan didalam perkara yang nyata (konkrit) yang diembankan kepadanya untuk diadili, sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang ditetapkan undang-undang.
Dengan demikian, landasan dari fungsi peradilan adalah terpeliharanya kepastian hukum.
3.         Hikmah Peradilan
a)             Terciptanya keadilan dalam masyarakat karena masyarakat memperoleh hak-haknya.
b)             Terciptanya perdamaian karena masyarakat memperoleh kepastiannya hukumnya dan diantara masyarakat saling menghargai hak-hak orang lain. Tidak ada yang berbuat semena-mena, karena semuanya telah diatur oleh Undang-undang.
c)             Teriptanya kesejahteraan masyarakat.
d)            Terwujudnya aparatur pemerintahan yang jujur, bersih dan berwibawa
B.       HAKIM
1.         Pengertian Hakim
Hakim adalah isim fa’il dari kata “hakama”, yang artinyaorang yang menetapkan hukum atau memutuskan hukum atau suatu perkara. Sedang menurut istilah, hakim adalah orang yang diangkat penguasa untuk menyelesaikan dakwaan-dakwaan dan persengketaan-persengkatan.
Selain kata hakim, digunakan pula istilah qadhi, yang berarti orang yang memutuskan, mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara.
2.         Syarat-syarat Menjadi Hakim
a)             Muslim
Muslim merupakan syarat diperbolehkannya persaksian seorang muslim, dan keahlian mengadili itu ada kaitannya dengan keahlian menjadi saksi.
b)             Baligh
Baligh berarti dewasa , baik dewasa jasmani dan rohaninya maupun dewasa dalam berpikir.
c)             Berakal
Berakal disini bukan sekedar “mukallaf”, tetapi benar-benar sehat pikirannya, cerdas dan dapat memecahkan masalah.
d)            Adil
Adil disini berarti benar dalam berhujjah, dapat menjaga amanah, bersikap jujur baik dalam keadaan marah atau suka, mampu menjaga diri dari hawa nafsu dan perbuatan haram serta dapat mengendalikan amarah.
e)             Mengetahui / undang-undang
f)              Sehat jasmani dan rohani
g)             Dapat membaca dan menulis.
3.         Tata Cara Peradilan Menjatuhkan Hukuman
a)             Didasarkan kepada hasil pemeriksaan perkara didalam sidang peradilan. Kemudian para hakim mengambil kesimpulan dari pemeriksaan tersebut, lalu menjatuhkan hukuman.
b)             Dari kondisi para hakim, bahwa mereka telah melakukan pemeriksaan sesuai dengan prosedur dan adab/kesopanan para hakim.
4.         Adab Kesopanan / Etika Hakim
a)             Hendaklah ia berkantor ditengah-tengah negeri, ditempat yang diketahui orang dan dapat dijangkau oleh lapisan masyarakat.
b)             Hendaklah ia menganggap sama terhadap orang-orang yang berperkara.
c)             Jangan memeutuskan hukum dalam keadaan :
1)        Sedang marah
2)        Sedang sangat lapar dan haus
3)        Sedang sangat susah atau sangat gembira
4)        Sedang sakit
5)        Sedang menahan buang air yang sangat
6)        Mengantuk
Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya :
“ Janganlah  hakim menghukum antara dua orang sewaktu ia marah.”(HR. Jamaah)
d)            Tidak boleh menerima pemberian dari orang-orang yang sedang berperkara, yang ada kaitannya dengan perkara yang sedang ditangani.
e)             Hakim tidak boleh menunjukkan cara mendakwa dan cara membela.
f)              Surat-surat kepada hakim yang lain diluar wilayahnya, apabila surat itu berisi hukum hendaklah dipersaksikan kepada dua orang saksi sehingga keduanya mengetahui isi surat tersebut.
5.         Kedudukan Hakim Wanita
Rasulullah SAW telah memberi petunjuk . meskipun Rasulullah tidak melarangnya, namun ia telah mengisyarakatkan, sebaiknya tidak mengangkat wanita menjadi hakim.
Kebanyakan jumhur ulama’ tidak membolehkan wanita menjadi hakim. Pendapat ini dikemukakan oleh Madzhab Maliki, Syafi’i, Hambali dan lain-lain.
Sedangkan menurut Abu Hanifah dan para pengikutnya membolehkan wanita menjadi qadhi dalam segala urusan, kecuali “had dan qishas”.
C.      SAKSI
1.         Pengertian Saksi
Saksi atau al-shahadah yaitu orang yang mengetahui atau melihat. Yaitu orang yang dimintakan hadir dalam suatu persidangan untuk memberikan keterangan yang membenarkan atau menguatkan bahwa peristiwa itu terjadi.
2.         Syarat-syarat Saksi Yang Adil
Adil adalah syarat mutlak bagi seorang saksi. Allah SWT berfirman :
وَاَشْهِدُوْاذَوَى عَدْلٍ مِنْكُمْ وَاَقِيْمُ ااشَّهَادَةَلِلَّهِ
Artinya: “ dan persaksikanlah dua orang saksi yang adil diantara kamu.”
(QS. Al-Thalaq [65]:2)
Orang adil tersebut hendaknya mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
a)             Muslim
Orang bukan Muslim tidak diterima kesaksiannya untuk orang Islam. Tetapi, Imam Abu Hanifah membolehkan orang kafir menjadi saksi bagi orang Islam.
b)             Merdeka
Hamba sahaya tidak diterima menjadi saksi. Karena saksi itu diserahi kekuasaan, sedangkan hamba sahaya tidak dapat diserahi kekuasaan.
c)             Dapat berbicara
d)            Bukan usuh terdakwa
e)             Dhabit
Dalam arti kuat hafalan dari apa yang dilihat maupun didengar, serta dapat memelihara yang dilihat atau didengarnya itu.
f)              Bukan orang fasik, penghianat/pezina.
3.         Kesaksian Tetangga dan Orang Buta
Kesaksian seorang tetangga diperbolehkan dan dianggap sah selama memenuhi syarat-syarat seorang saksi. Yang tidak boleh adalah suami memberikan saksi atas istri atau sebaliknya, anak atas orang tuadan sebaliknya serta pembantu atas tuannya.
Demikian halnya orang buta, menurut Imam Mailik dan Imam Ahmad boleh menjadi saksi asal dia dapat mendengar suara. Jadi kesimpulannya, selama masih ada saksi yang lain (yang tidak buta), sebaiknya saksi orang buta tidak diajukan dulu, kecuali kalau memang keadaan sangat membutuhkan kesaksiannya.
4.         Sanksi Terhadap Saksi Palsu
Saksi palsu itu dianggap sebagai dosa besar, karena dampak negatifnya yang sangat luas. Dapat merugikan pihak-pihak tertentu, yang salah bisa bebas dari hukuman dan yang benar bisa dihukum, akan tersebar fitnah di masyarakat dan lain-lain. Sehingga persaksian palsu ini dosanya disamakan dengan dosa syirik dan durhaka pada orang tua.

BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Peradilan berasal dari kata adil yang mendapat imbuhan per- dan –an. Adil artinya “menempatkan sesuatu pada tempatnya.” Landasan dari fungsi peradilan adalah terpeliharanya kepastian hukum. Hikmah peradilan adalah terciptanya keadilan dalam masyarakat, terciptanya perdamaian, teriptanya kesejahteraan masyarakat dan  terwujudnya aparatur pemerintahan yang jujur, bersih dan berwibawa.
Hakim adalah isim fa’il dari kata “hakama”, yang artinyaorang yang menetapkan hukum atau memutuskan hukum atau suatu perkara. Syarat-syarat menjadi hakim adalah Muslim, baligh, berakal, adil, mengetahui hukum/UU, sehat jasmani dan rohani dan dapat membaca dan menulis. Hakim tidak boleh memutuskan hukum dalam keadaan Sedang marah, Sedang sangat lapar dan haus, Sedang sangat susah atau sangat gembira, Sedang sakit, Sedang menahan buang air yang sangat, dan Mengantuk. Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya :
“ Janganlah  hakim menghukum antara dua orang sewaktu ia marah.”(HR. Jamaah)
Saksi atau al-shahadah yaitu orang yang mengetahui atau melihat. Syarat-syarat saksi yang adil adalah Muslim,Dhabit, Merdeka, bukan orang yang fasik/penghianat, dapat berbicara, bukan musuh terdakwa,
B.     Saran
Proses peradilan harus dilakukan secara adil tidak pandang bulu atau tebang pilih. Yang memutuskan hukum dalam peradilan harus benar – benar paham mengenai hukum. Dalam proses hukum atau peradilan hendaknya berdasar pada undang – undang dan kemanusiaan sesuai dengan syari’at Allah agar menghasilkan putusan hukum yang adil dan kemaslahatan bagi semuanya. 
DAFTAR PUSTAKA





Halim, M.S. Abdul, 2005. FIKIH Madrasah Aliyah kelas tiga, Jakarta: PT. Listafariska Putra
Djunaedi, MS. Wawan, 2008. FIKIH untuk Madrasah Aliyah kelas XI, Jakarta: PT. Listafariska Putra
http://prosesperadilan.blogspot.co.id/
http://id.netlog.com/memenahmadhusni/blog/blogid=22477

No comments:

Post a Comment