Thursday, April 9, 2020

Tarekat Qodiriyah dan Maulawiyah



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR        
DAFTAR ISI            
BAB I PENDAHULUAN   
      A.    Latar Belakang         
      B.     Rumusan Masalah   
      C.    Tujuan Penulisan     
BAB II PEMBAHASAN     
      A.    Pengertian Tarekat
      B.     Tarekat Qodiriyah   
1.      Sejarah Berdirinya Tarekat Qadiriyah
2.      Ciri Tarekat Qadiriyah
3.      Ajaran tarekat Qadiriyah
      C.    Tarekat Maulawiyah
1.      Sejarah Terbentuknya Tarekat Maulawiyah 
2.      Ajaran Tarekat Maulawiyah 
3.      Ciri Utama Tarekat Maulawiah 
4.      Karya-Karya Tarekat Maulawiah 
BAB III KESIMPULAN     
DAFTAR PUSTAKA         



BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Dalam agama Islam, banyak sekali aliran keagamaan yang berkembang, baik dalam bidang ilmu kalam (theology) atau akidah, fiqh, tasawuf dan lainnya. Dibandingkan bidang theologi (kalam) dan fiqh, aliran yang paling banyak berkembang adalah tasawuf. Setidaknya, banyak cara umat Islam mendekatkan diri kepada Allah melalui pendekatan olah spiritual (hati), khususnya tasawuf.
Dalam ilmu tasawuf, salah satu upaya yang dikembangkan untuk Taqarrub Ilallah (mendekatkan diri kepada Allah) adalah mengikuti tarekat. Kata Tarekat berasal dari bahasa Arab, yakni thariqah, yang artinya jalan. Sedikitnya terdapat 42 tarekat mu'tabarah (terkenal) di dunia. Mulai dari Tarekat Qadiriyah, maulawiyah, Naqsabandiyah, Syadziliyah, Sammaniyah, Tijaniyah, Khalwatiyah, Syattariyah, Khalidiyah, Mufaridiyah, hingga Rifa'iyah.
Dalam makalah ini penulis hanya memfokuskan pada pembahasan 2 tarekat yaitu tarekat Qodiriyah dan tarekat Maulawiyah.
B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana sejarah berdirinya tarekat Qadiriyah?
2.         Bagaimana ciri tarekat Qadiriyah?
3.         Apa saja Ajaran tarekat Qadiriyah?
4.         Bagaimana sejarah terbentuknya tarekat Maulawiyah 
5.         Apa saja Ajaran tarekat Maulawiyah?
6.         Apa ciri utama tarekat Maulawiah? 
7.         Apa saja karya-karya tarekat Maulawiah? 
C.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1.         Sejarah Berdirinya Tarekat Qadiriyah
2.         Ciri Tarekat Qadiriyah
3.         Ajaran tarekat Qadiriyah
4.         Sejarah Terbentuknya Tarekat Maulawiyah 
5.         Ajaran Tarekat Maulawiyah 
6.         Ciri Utama Tarekat Maulawiah 
7.         Karya-Karya Tarekat Maulawiah 




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Tarekat
Asal kata “tarekat” dalam bahasa arab yaitu “thariqah” yang berarti jalan, keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu.
Menurut istilah tasawuf, tarekat berarti perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh secara rohani, maknawi oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah SWT.
Menurut Syekh Amin al-Kurdi tarekat ialah cara mengamalkan syariat dan menghayati inti syariat itu dan menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa melalaikan pelaksanaan dan inti serta tujuan syariat.
B.       Tarekat Qadiriyah
1.         Sejarah Berdirinya Tarekat Qadiriyah
Tarekat Qadiriyah adalah nama sebuah tarekat yang didirikan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani. Nama lengkapnya adalah Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi salih Zangi Dost Al-Jailani (470 H/1077M – 561 H/1166 M) . Tarekat Qadiriyah berkembang dan berpusat di Irak dan siria kemudian diikuti oleh jutaan umat muslim yang terbesar di Yaman, Turki, Mesir, india, Afrika, dan Asia. Tarekat ini sudah berkembang sejak abad ke-13 M. Sekalipun demikian, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke-15 M. Di Mekah, tarekat Qadiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.
Tarekat Qadiriyah dikenal luwes, yaitu apabila sudah mencapai derajat Syekh, murid tidak mempunyai keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan, dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Hal tersebut tampak pada ungkapan Abdul Qadir jailani, “Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, dia menjadi mandiri sebagai Syekh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya.”
Karena keluwesan tersebut, terdapat puluhan tarekat yang masuk ke dalam kategori Qadiriyah di dunia Islam, seperti Banawa yang berkembang pada abad ke-19,ghawtsiyah (1517), junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), dan lain-lain, semuanya dari India. Di Turki, terdapat tarekat hindiyah, khulusyiyah, dll. Di yaman, ada tarekat ahdaliyah, asadiyah, musyariyah. Adapun di afrika, diantaranya terdapat tarekat ammariyah, bakka’iyah, dan sebaginya.
2.         Ciri Tarekat Qadiriyah
1.        Dzikir bersama.
2.        Senantiasa membacakan sajak dan qasidah diiringi musik rebana.
3.        Melakukan dzikir Nafi wa itsbat, diiringi dengan rebana.
4.        Seluruh badan ikut berdzikir.
5.        Adanya adegan magic atau debus.
6.        Tunduk dibawah garis keturunan takdir dengan kesesuaian hati dan roh.
7.        Memisahkan diri dari kecenderungan nafsu.

3.         Ajaran tarekat Qadiriyah
Ajaran syekh Abb al-Qadir selalu menekankan pada pensucian diri dari nafsu dunia. Karena itu memberikan beberapa petunjuk untuk mencapai kesucian diri yang tertinggi. Adapun ajaran-ajaran tersebut adalah:
a.         Taubat
Taubat adalah kembali kepada Allah dengan mengurai ikatan dosa yang terus menerus dari hati kemudian melaksanakan hak Tuhan.
Ibnu ‘abas ra. Berkata: “taubat al-nasuha adalah penyesalan dalam hatipermohonan ampun dengan lisan, meninggalkan dengan anggota badan dan berniat tidak akan mengulangi lagi”.
Menur syekh Abd Qadir jailani, taubat ada dua macam, yaitu:
·           Taubat yang berkaitan dengan hak sesama manusia.Taubat ini tidak terealisasi kecuali dengan menghindari kezaliman,   memberikan hak kepada yang berhak, dan mengembalikan kepada pemiliknya.
·           Taubat yang berkaitan dengan hak Allah. Taubat ini dilakukan dengan cara selalu mengucapkan istighfar dengan lisan, menyesal dalam hati, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi di masa mendatang.
b.        Zuhud
Zuhud secara bahasa berpaling darinya dan meninggalkannya karena menganggapnya hina atau menjauhinya karena dosa. Sedangkan menurut istilah zuhud adalah merupakan gambaran tentang menghindari dari mencintai sesuatu yang menuju kepada sesuatu yang lebih baik darinya. Atau istilah lain, menghindari dunia karena tahu kehianaannya bila dibandingkan dengan kemahalan akhirat.  Menurut ‘Abd al-Qadi jailani, zuhud ada dua macam, yaitu:
·           Zuhud hakiki yaitu mengeluarkan dunia dari hatinya.  Hal ini bukan berarti bahwa seseorang menolak rezeki yang diberikan Allah kepadanya, tetapi di mengambilnya lalu digunakan untuk ketaatan kepada Allah.
·           Zuhud lahir yaitu mengeluarkan dunia dari hadapannya.  Berarti bahwa harus menahan hawa nafsu (sesuatu yang kita sayangi) serta menolak semua tuntutannya.
c.         Tawakal
Tawakal artinya berserah diri. Hakikat tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah dan membersihkan diri dari gelapnya pilihan, tunduk dan patuh terhadap hukum dan takdir.
Syekh ‘Abd al-Qadir Jailani menekankan pentingnya tawakal dengan mengutip sebuah sabda Nabi,”bila seseorang menyerahkan dirinya secara penuh kepada Allah, maka Allah akan mengaruniakan apa saja yang diminta. Begitu juga sebaliknya, bila dengan bulat ia mnyerahkan dirinya kepada dunia, maka Allah akan membiarkan dirinya dikuasai oleh dunia.” Semakin banyak orang yang mengejar dunia, maka semakin lupa dia akan akhirat, sebagai mana dinyatakan dalam sabda Nabi,”Apabila ingatan manusia telah condong kepada dunia, maka ingatannya kepada akhirat berkurang.”
d.        Syukur
Syukur adalah ungkapan rasa terima kasih atas nikmat yang diterima, baik lisan, tangan, maupun hati. Menurut syekh ‘Abd al-Qadir Jailani hakikat syukur adalah mengakui nikmat Allah karena Dialah pemilik karunia dan pemberian sehingga hati mengakui bahwa segala nikmat berasal dari Allah dan patuh pada syari’at-Nya.
Syekh ‘Abd al-Qadir Jailani membagi syukur menjadi tiga macam, yaitu:
·           Syukur dengan lisan, yaitu dengan mengakui adanya nikmat dan merasa tenang. Dalam hal ini si penerima nikmat mengucapkan nikmat Tuhan dengan segala kerendahan hati dan ketundukkan.
·           Syukur dengan badan atau anggota badan, yaitu dengan cara melaksanakan dan pengabdian serta melaksanakan ibadah sesuai dengan perintah Allah. Dalam hal ini, si penerima nikmat selalu berusaha mnjalankan perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya.
·           Syukur dengan hati, yaitu beritikaf/berdian diri atas tikar Allah dengan senantiasa menjaga hak Allah yang wajib dikerjakan. Dalam hal ini, si penerima nikmat mengakui dari dalam hatinya bahwa semua nikmat itu berasal dari Allah SWT.
e.         Sabar
Sabar adalah tidak mengeluh karena musibah yang menimpa kita kecuali mengeluh kepada Allah. Menurut syekh ‘Abd al-Qadir Jailani, sabar ada tiga macam, yaitu:
·           Bersabar kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
·           Bersabar bersama Allah, yaitu bersabar terhadap ketetapan Allah dan perbuatan-Nya terhadapmu dari berbagai macam kesuliatan dan musibah.
·           Bersabar atas Allah, yaitu bersabar terhadap rezeki, jaln keluar, kecukupan, pertolongan, dan pahala yang dijanjikan Allah di kampung akhirat.
f.         Ridha
Ridha adalah kebahagian hati dalam menerima ketetapan (takdir). ‘Abd al-Qadir mengutip ayat al-qur’an tentang perlunya sikap ridha, “dengan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat darinya, keridhaan dan syurga. Mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal”.(At-Taubah: 21).
g.        Jujur
Jujur menurut bahasa adalah menetapkan hukum sesuai dengan kenyataan.
Menurut syekh ‘Abd al-Qadir Jailani, jujur adalah mengatakan yang benar dalam kondisi apapun, baik menguntukan maupun yang tiadak menguntungkan.

C.      Tarekat Maulawiyah 
1.         Sejarah Terbentuknya Tarekat Maulawiyah 
Maulawiyah berasal dari kata “Maulana” artinya “guru kami” gelar yang diberikan murid-murid kepada seorang “sufi penyair Persia terbesar sepanjang masa” yang memiliki nama asli Jalal Al-Din Muhammad, yang kemudian lebih dikenal dengan Maulana Jalal al-Din Rumi atau Rumi (w. 1273 M). Dengan demikian Tarekat Maulawiyah adalah tarekat yang didirikan oleh Maulawi Jalaluddin Ar-Rumi, 15 tahun sebelum beliau meninggal di Anatolia, Turki.
Maulana Rumi merupakan sapaan akrab bagi Jalal Al-Din Muhammad, lahir di Kota Balkh (Afganistan sekarang) pada tanggal 6 Rabi’ul Awal, tepatnya 30 September 1207, dari sisi ayahnya ia merupakan keturunan khalifah Abu Bakar as-Shiddiq, sedangkan dari pihak ibunya mata rantai kekeluargaannya tersambung dengan Ali bin Abi Tholib.
Keluarga Rumi merupakan keluarga terpandang, satu bukti ialah ayahnya Baha'al-Din Walad diangkat jadi pembimbing spiritual oleh Sulat Konya, bahkan Sultan tersebut juga memberinya gelar kerhormatan "Sultan al-Ulama (rajanya para ulama)". Setelah ayahnya meninggal, Rumi mengambil posisi ayahnya sebagai penasehat para ulama Konya serta pembimbing bagi murid-murid ayahnya, kurang lebih satu tahun dari kematian ayahnya, atas anjuran gurunya Burhan al-Din Rumi meneruskan pendidikannya di Aleppo dan mengunjungi beberapa madrasah yang dibangun oleh al- Malik al-Zhahir. Dari sini Ia pindah ke Damaskus dan mempunyai kesempatan emas untuk bercakap dengan tokoh-tokoh besar, seperti Muhy al-Din bin 'Arabi, Sa'ad al-Din Al-Hamawi, Utsman Al-Rumi, Awhad al-Din bin Arabi, dan Shadr al-Din al-Qunyawi. Pada tahun 1236 Rumi kembali ke Konya dan menyibukkan diri dengan menuntut ilmu dan memberikan bimbingan spiritual sampai gurunya meninggal dunia pada tahun 1241.
 Selama bertahun-tahun Rumi menikmati popularitasnya yang tinggi dan menempati posisi yang sangat dihormati sebagai seorang pemimpin. Tiba-tiba pada tahun 1244 seorang Darwisy misterius, Syams al-Din Tabrizi datang ke Konya dan menjumpai Rumi. Perjumpaan ini telah mengubah Rumi dari seorang Teolog terkemuka menjadi seorang penyair mistik yang sangat terkenal. Karena kuatnya pesona kepribadian Syams, Rumi lebih memilih meninggalkan kegiatannya sebagai guru dan da'i profesional untuk mengabdikan diri kepada Syams yang kini menjadi guru spiritualnya, dan mereka tidak pernah berpisah dalam beberapa waktu untuk memperkuat ikatannya. Tetapi keadaan ini membuat murid-murid Rumi marah dan cemburu karena tidak mendapat bimbingan spiritual akibatnya mereka menyerang Syams dengan kekerasan dan ancaman, sehingga ia meninggalkan Rumi menuju Damaskus.
Perpisahan ini dirasa menyakitkan oleh Rumi dan menghunjam perasaannya begitu mendalam, karena itu ia mengutus anaknya sultan Walad untuk memohon Syams agar kembali ke Konya. Rumi bahagia bisa jumpa lagi dengan sang guru, akibatnya apa yang telah terjadi terulang kembali. Tentunya murid-murid Rumi menjadi lebih marah dan terus menaruh kebencian pada Syams dengan lebih hebat dari sebelumnya. Situasi ini mendorong Syams untuk mencari perlindungan ke Damaskus.
Sebagai tanda cintanya kepada Tabrizi, Rumi menulis kumpulan puisi yang kemudian dikenal dengan Divan-e Shams-e Tabrizi.
Kenapa aku harus mencari?
Aku sama dengannya
Jiwanya berbicara kepadaku
Yang kucari adalah diriku sendiri!
Cinta dan keindahan membuat ajaran Rumi berbeda dengan aliran tarekat lain. Sejumlah tarekat saat itu lebih banyak berkonsentrasi untuk menyempurnakan diri menuju insan kamil lewat ibadah, wirid, atau menyodorkan faham ketauhidan baru. Penyatuan diri dengan Tuhan (wihdatul wujud) yang berkembang berabad-abad sebelum Rumi di Baghdad adalah salah satu cara pencapaian menuju Tuhan yang tidak dipilih Rumi.
Sebagai seorang seniman, Rumi memiliki cara sendiri dalam mencapai kesempurnaan dalam beragama tanpa harus menjadi ekstrem (membangun pertentangan dengan syariat). Ia memanfaatkan puisi, musik dari seruling dan gitar (rebab) untuk mengiringi dzikir-dzikirnya, cara ini kemudian dikenal dengan sema’ yang berarti mendengar.
Setelah kembali ke Konya, Rumi mendirikan Tarekatnya sendiri, kira-kira 15 tahun setelah itu kesehatan Rumi menurun dan tak lama kemudian ia sakit. Akhirnya pada hari minggu tanggal 16 Desember 1273  Mawlana Rumi menghembuskan nafasnya yang terakhir di kota Konya. Rumi meninggal dan dikubur dalam Kubah Hijau (Qubat-ul-Azra’) yang bertuliskan “Saat kami meninggal, jangan cari kuburan kami di tanah, tapi carilah di hati manusia.” Namun ritual sema’ itu tak ikut mati. Para pengikutnya, terutama anaknya, Sultan Veled Celebi, melembagakan ajaran itu dalam tarekat bernama Mawlawiyah atau Mevleviye. Mungkin ini pulah yang menjadi penyebab bagi Annemarie Shimmel menyimpulkan bahwa kita dapat dengan aman mengatakan  bahwa tidak ada penyair dan mistik Islam lainnya yang dikenal demikian baik di Barat kecuali Rumi.
2.         Ajaran Tarekat Maulawiyah 
Ajaran-ajaran Rumi, pada dasarnya dapat dirangkum dalam triologi metafisik, yaitu  Tuhan, Alam dan Manusia
a.         Ajaran Maulana Rumi tentang Tuhan
Gagasan Rumi terkait dengan persoalan ke-Tuhan-an terinspirasi dari pernyataan Al-Quran sendiri yang menyatakan bahwa Tuhan adalah “Yang Awal, Yang Akhir, Yang Lahir, Yang Batin”. Tuhan “Yang Awal” bagi Rumi, berarti bahwa Ia adalah sumber yang dari-Nya segala sesuatu berasal. Tuhan sebagai “Yang Akhir” diartikan sebagai tempat kembali segala yang ada di dunia ini. Hal yang menarik dari Dia ialah pandangannya tentang Tuhan itu sebagai keindahan sehingga menjadi tujuan dari semua jiwa yang mencinta.
Tuhan sebagai “Yang Lahir”, bagi Rumi  dunia yang lahir adalah fenomena yang dibaliknya terselip pesan akan realitas sejati, artinya bahwa dunia yang lahir merupakan petunjuk bagi adanya yang batin karena keduanya adalah dua hal yang saling terkait, maka dari itu Ia mempertegas bahwa tidak mungkin ada yang lahir tanpa ada yang batin, dan yang lahir merupakan jalan menuju realitas yang tersembunyi di dalamnya.
Dengan demikian, Tuhan sebagai “Yang Batin”, adalah realitas yang lebih mendasar, sekalipun untuk dapat memahaminya dibutuhkan mata lain yang lebih peka/tajam. Jadi tidak semua orang dapat melihat kecantikan Tuhan yang tersembunyi di balik fenomena alam. Kebanyakan kita adalah pemerhati fenomena dan karena itu tidak bisa melihat keindahan batin yang tersembunyi di balik fenomena lahiriah alam.
b.        Konsep Rumi tentang alam semesta
Menurut Rumi bahwa motif penciptaan alam oleh Tuhan adalah cinta. Cintalah yang telah mendorong Tuhan mencipta alam, sehingga cinta Tuhan merembas, sebagai napas Rahmani, kepada seluruh partikel alam lalu menghidupkannya. Alam bukanlah benda mati, melainkan ia hidup dan berkembang, bahkan juga memiliki kecerdasan, sehingga mampu mencintai dan dicintai, berkat sentuhan cinta Tuhan, ia menjadi makhluk yang hidup, bergerak penuh energi kearah Tuhan sebagai yang Maha baik dan Sempurnah. Dalam salah satu syairnya, Rumi pernah menggambarkan hubungan langit dan bumi seperti sepasang suami-istri.
c.         Konsep Rumi tentang manusia
Rumi memandang manusia sebagai tujuan penciptaan alam, sehingga itu pula yang menjadi penyebab kenapa kemudian manusia memiliki posisi yang sangat istimewa kaitannya dengan alam maupun dengan Tuhan. Kaitannya dengan Tuhan, manusia menempati posisi yang tinggi sebagai wakil-Nya di muka bumi.
Hal lain yang menarik dari Rumi kaitannya dengan manusia adalah sifat kebebasan memilih yang merupakan prasayarat bagi perkembangan dan aktualitas diri manusia itu sendiri. Menurutnya bahwa manusia lahir tidak dalam keadaan sempurna, tapi ia dibekali dengan sejuta potensi dan untuk mengaktualkan hal tersebut manusia membutuhkan kebebasan dalam memilih. Dengan kebebasan inilah manusia dapat mencapai titik kesempurnaannya sebagai insan kamil. Tapi dengan kebebasan ini pula, manusia memiliki resiko yang besar untuk mejadi makhluk terendah, yaitu ketika dia menuruti hawa nafsunya.
Selain itu, Manusia juga memiliki kemampuan untuk memahami sesuatu atau dengan kata lain mampu memiliki ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia bertingkat-tingkat sesuai dengan alat yang digunakan untuk tujuan itu. Ada pengetahuan indrawi, pengetahuan yang didasarkan penalaran akal, dan pengetahuan melalui persepsi spiritual (intuisi).

3.         Ciri Utama Tarekat Maulawiah 
Kekhususan tarekat ini adalah dakwah yang dikemas dengan cara menggunakan tarian-tarian yang disebut sama’ dalam bentuk tarian berputar, dan telah menjadi ciri khas dasar bagi tarekatnya. Akibatnya, tarekat Rumi di Barat dikenal sebagai The Whirling Darvish (Para Darwisy yang Berputar). Tarian suci ini dimainkan oleh para Darwish (fuqara’) dalam pertemuan-pertemuan (majlis) sebagai dukungan eksternal terhadap upacara-upacara (ritual mereka).
Sama’ dilembagakan Rumi pertama kali setelah hilangnya gurunya yang sangat dicintai, Syams al-Din Tabrizi. Sejak saat itu Rumi menjadi sangat sensitif terhadap musik, sehingga tempaan palu dari seorang pandai besi saja cukup untuk membuatnya menari dan berpuisi.
Tahapan-tahapan dalam sama’ terdiri dari dua bagian. Pertama, terdiri dari Naat (sebuah puisi yang memuji Nabi Muhammad), improvisasi ney (seruling) atau taksim dan “Lingkaran Sultan Walad”. Kedua, terdiri dari empat salam, musik instrumental akhir, pembacaan ayat-ayat suci al-Quran dan doa.
a.         Bagian Pertama
1)        Naat, semacam musik religius. Naat dalam musik mawlawi disusun oleh Buhuriz Musthafa' Itri (1640-1712), tetapi puisinya adalah puisi Rumi.
2)        Taksim, adalah sebuah improvisasi terhadap setiap makam atau mode, yaitu konsep penciptaan musik yang menentukan hubungan-hubungan nada, nada awal yang memiliki kontor dan pola-pola musik. Bagian ini merupakan bagian yang sangat kreatif dari upacara Mawlawi.
3)        Lingkaran Sultan Walad, ini disumbangkan kepada upacara oleh putra sulung mawlana, sultan Walad. Selama putaran ini para darwisy yang ikut bagian dalam putaran tari berjalan mengelilingi sang samahane (ruang upacara) tiga kali dan menyapa satu sama lain di depan pos (lokasi tempat pemimpin tekke atau pemimpin upacara berdiri). Dengan cara ini mereka menyampaikan "rahasia" dari yang satu kepada yang lain.
b.        Bagian kedua (empat salam), yaitu :
1)        Salam pertama, melodi panjang, irama yang digunakan biasanya disebut putaran berjalan (Devri Revan), bitnya adalah 14/8.
2)        Salam keduan, pola irama dari salam ini disebut Evfer dan terdiri dari 9/8 bit.
3)        Salam ketiga, dibagi kedalam dua bagian yang meliputi melodi dan irama. Bagian pertama disebut putaran (the cycle) bitnya 28/4 bagian kedua disebut yourk semai dan bitnya 6/8.
4)        Salam keempat, pola irama ini juga efver (9/8), yakni irama lambat dan panjang untuk menurunkan elastasi sehingga sang darwisy bisa konsentrasi kembali. Tiap-tiap salam dihubungkan melalui nyanyian, pada bagian pertama dan kedua seleksi diambil dari Divan-Syams atau mastnawi, pada bagian ketiga puisi mawlawi lain dinyanyikan.
Terkait dengan musik instrumental setelah berakhirnya salam keempat berarti bagian oral selesai “yuruk semai” kedua dalam pola 6/8 sekaligus akhir dari upacara. Dan setelah seleksi instrumental ini terdapat lagi taksim seruling, yang juga kadang dimainkan melalui alat musik petik (senar).
Setelah tahapan musik selesai, seorang hafizh di antara para penyanyi membaca ayat-ayat Alquran. Sama’ terus berlangsung sampai bacaan Alquran dimulai. Ketika hafizh memulai bacaan Alqurannya maka para penari berhenti dan mundur ke pinggir lalu duduk. Setelah selesai, pimpinan sama’ berdiri dan mulai  berdo’a di depan syaikh, dan doa ini biasanya ditujukan untuk kesehatan dan hidup sang Sultan atau para penguasa negara.
4.         Karya-Karya Tarekat Maulawiah 
Ada beberapa karya-karya yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan popularitas Tarekat Maulawiyah, baik itu yang ditulis oleh Rumi maupun para pengikutnya. Berikut adalah bagian dari yang dimaksudkan :
a.         Matsnawi al-Ma’nawi, atau Matsnawi Jalal al-Din Rumi sekaligus merupakan karya utama Rumi. Kitab ini berisi syair panjang sekitar 25.000 untaian bait bersajak dan terbagi ke dalam enam kitab. Karya monumnetal ini menyajikan ajaran-ajaran mistik Rumi dengan indah dan kreatif melalui anekdot, hadits-hadits nabi, dongeng-dongeng serta kutipan-kutipan dari Alquran.
b.        Rumi juga menulis Ghazal (puisi cinta) yang lebih dikenal sebagai Divan-i Syams-i Tabriz (Ode mistik Syams Tabriz). Karya memukau ini dipersembahkan kepada guru tercintanya Syams al-Din Tabriz, dan ditulis untuk mengenangnya. Dalam karya ini Rumi mengekspresikan penghormatannya kepada Syams, yang namanya sering dikutip diakhir setiap bait. Karya ini berisi 2500 ode mistik. Menurut Nasr karya ini mencakup juga beberapa syair yang paling indah dan kaya dalam bahasa Persia, yang membicarakan fungsi pembimbing spiritual dan hubungan antara guru dan murid.
c.         Fihi Ma Fihi, yang telah diterjemahkan menjadi Discourse of Rumi atau “Percakapan Rumi”. Karya prosa ini mencakup ucapan-ucapan Rumi yang ditulis oleh putra sulungnya yang bernama Sultan Walad.
d.        Ruba’iyat, berisi 1600 kuatern orisinal dan al-Maktubat, berisikan 145 surat yang ditujukan kepada para keluarga raja dan bangsawan di Konya.
e.         Manaqib al-‘Arifin (legends of sufis), yang dikarang oleh seorang murid cucu Rumi, Chelibi Emir ‘Arif, yang bernama Syams al-Din Ahmad Aflaki. Karya ini berisi biografi dan anekdot-anekdot Rumi, dan tokoh-tokoh lain yang terkait dengan beliau dan tarekat Maulawiyah. Oleh karena itu Manaqib al-‘Arifin sangat penting sebagai sumber informasi baik bagi kehidupan Rumi dan keluarganya, maupun bagi perkembangan Tarekat Maulawiyah itu sendiri.


BAB III
KESIMPULAN

Tarekat berasal bahasa arab yaitu “thariqah” yang berarti jalan, keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu. Menurut istilah tasawuf, tarekat berarti perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh secara rohani, maknawi oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah SWT.
Tarekat Qadiriyah adalah nama sebuah tarekat yang didirikan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani. Nama lengkapnya adalah Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi salih Zangi Dost Al-Jailani (470 H/1077M – 561 H/1166 M) . Tarekat Qadiriyah berkembang dan berpusat di Irak dan siria kemudian diikuti oleh jutaan umat muslim yang terbesar di Yaman, Turki, Mesir, india, Afrika, dan Asia. Ciri – ciri tarekat ini diantaranya adalah Dzikir bersama, Senantiasa membacakan sajak dan qasidah diiringi musik rebana, Melakukan dzikir Nafi wa itsbat diiringi dengan rebana, Seluruh badan ikut berdzikir.dan lain – lain. Ajaran syekh Abb al-Qadir selalu menekankan pada pensucian diri dari nafsu dunia.
Tarekat Maulawiyah adalah tarekat yang didirikan oleh Maulawi Jalaluddin Ar-Rumi, 15 tahun sebelum beliau meninggal di Anatolia, Turki. Maulawiyah berasal dari kata “Maulana” artinya “guru kami” gelar yang diberikan oleh murid-murid beliau.  Ajaran-ajaran Rumi, dirangkum dalam triologi metafisik, yaitu  Tuhan, Alam dan Manusia.
Kekhususan tarekat ini adalah dakwah yang dikemas dengan cara menggunakan tarian-tarian yang disebut sama’ dalam bentuk tarian berputar, dan telah menjadi ciri khas dasar bagi tarekatnya. Akibatnya, tarekat Rumi di Barat dikenal sebagai The Whirling Darvish (Para Darwisy yang Berputar). Tarian suci ini dimainkan oleh para Darwish (fuqara’) dalam pertemuan-pertemuan (majlis) sebagai dukungan eksternal terhadap upacara-upacara (ritual mereka).



DAFTAR PUSTAKA



https://putrifikriati.wordpress.com/2014/04/29/tarekat-qadiriyah-syadziliyah-dan-naqsyabandiyah/

No comments:

Post a Comment