DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembangunan
B. Pengertian Lingkungan
Hidup
C. Dampak Negatif
Pembangunan Bagi Lingkungan
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pembangunan
tidak dapat dihentikan, sebab pembangunan berbanding lurus dengan bertambahnya
jumlah penduduk dan jumlah kebutuhan masyarakat. Semakin banyak penduduk, maka
semakin banyak pula lahan yang harus digunakan untuk membuat pemukiman tempat
tinggal mereka, semakin banyak penduduk maka semakin banyak pula kebutuhan akan
bahan pokok yang menyebabkan pembangunan industry dan lahan pertanian akan
semakin menjamur. Oleh karena itu, dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk
yang ikut menambah jumlah pembangunan, kita hanya dapat melakukan pembangunan
yang ramah terhadap lingkungan, dan saling menguntungkan antara kehidupan
manusia dan kehidupan makhluk hidup lainnya serta lingkungan sekitar kita
tinggal agar terjaga selalu keseimbangan lingkungan.
Oleh
karena itu, kami membuat makalah ini, agar dapat membantu pembaca agar dapat
mengetahui dampak-dampak apa saja yang dapat ditimbulkan dengan pembangunan
yang asal-asalan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan sekitar. Kami
berharap pembaca sadar akan pentingnya pembangunan yang ramah akan lingkungan,
mengingat sangat sulit bagi kita untuk menghentikan laju pertumbuhan penduduk
yang menjadi salah satu faktor pembangunan yang masih berlangsung sekarang,
kita hanya dapat melakukannya dengan melakukan pembangunan yang ramah dengan
lingkungan. Maka dari itu, kami menuliskan pula beberapa solusi yang akan
membantu kita dalam melakukan pembangunan yang tidak merusak lingkungan dan
baik untuk kehidupan manusia itu sendiri.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini
antara lain:
1.
Apa Pengertian Pembangunan ?
2.
Apa pengertian Lingkungan Hidup?
3.
Apa saja Dampak Negatif Pembangunan ?
C. Tujuan
Tujuan
dari makalah ini, yaitu:
1.
Menjelaskan Pengertian Pembangunan
2.
Menjelaskan pengertian Lingkungan Hidup
3.
Mengetahui Dampak Negatif Pembangunan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pembangunan
Pada hakekatnya, pengertian pembangunan
secara umum pada hakekatnya adalah proses perubahan yang terus menerus untuk
menuju keadaan yang lebih baik berdasarkan norma-norma tertentu. Mengenai
pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam
seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda
oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya,
Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa
pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994)
memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian
usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh
suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan
bangsa (nation building)”.
Sedangkan Ginanjar
Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana,
yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya
yang dilakukan secara terencana”.
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh
system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan
dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994).
B. Pengertian Lingkungan Hidup
Secara khusus, kita sering menggunakan
istilah lingkungan hidup untuk menyebutkan segala sesuatu yang berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di bumi. Adapun berdasarkan
UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda
dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
1.
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan
hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan,
dan jasad renik.
2.
Unsur Sosial Budaya, yaitu lingkungan sosial
dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan
keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat
mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan
ditaati oleh segenap anggota masyarakat.
3.
Unsur Fisik (Abiotik), yaitu unsur lingkungan
hidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara,
iklim, dan lain-lain. Dampak dari hilangnya unsur fisik yang baik di muka bumi
adalah terjadinya bencana kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan
musim yang tidak teratur, munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.
C. Dampak
Negatif Pembangunan
1.
Penggundulan Hutan
(Deforestation)
Perusakan dan penebangan hutan secara permanen merupakan
tindakan yang menyebabkan hutan gundul. Penebangan hutan sudah dilakukan
penduduk selama berabad-abad. Hanya saja, dalam 50 tahun terakhir ini
kerusakannya mulai dirasakan. Diperkirakan, hutan yang hilang setiap hari seluas
400.000 hektare. Sedang di Indonesia, setiap tahun luas hutan berkurang
sebanyak 1,6 juta hektare.
Seandainya 1 hektare = 1 lapangan sepak bola, dapat
dibayangkan betapa cepat hutan hilang dari wilayah Indonesia. Yang lebih
memprihatinkan, kebanyakan kerusakan hutan terjadi di wilayah hutan hujan
tropis, termasuk hutan Papua, Sumatra, dan Kalimantan. Banyak faktor yang
mendorong masyarakat melakukan penggundulan hutan. Dorongan ekonomi cukup
berperan dalam hal ini.
a)
Pembangunan
Permukiman
Pembangunan permukiman baru sering dilakukan dengan cara
membuka lahan hutan. Daerah transmigrasi disiapkan untuk ditempati para
transmigran agar dapat membangun lingkungan barunya. Lahan transmigran
disiapkan di daerah tertentu dengan cara membuka hutan. Selain disediakan rumah-rumah
dan lahan pekarangan, fasilitas prasarana transportasi juga disiapkan untuk
para transmigran. Jalan-jalan dibuat untuk menghubungkan dengan daerah luar. Di
Indonesia, penyediaan lahan transmigrasi disiapkan untuk menempatkan jutaan
penduduk dari Jawa dan wilayah lain yang berpenduduk padat.
b)
Perluasan Lahan
Pertanian
Di Amerika Selatan, pertanian tanaman pangan dan
penggembalaan ternak yang membutuhkan lahan luas menimbulkan banyak kerusakan
hutan. Sebagai bukti, sekitar 2/3 luas hutan telah rusak. Kebanyakan lahan
gundul di wilayah ini pada beberapa dekade terakhir disebabkan oleh
pengembangan dan peternakan hewan besar serta perluasan lahan perkebunan.
Lahan di wilayah ini tidak cocok untuk pertanian dan
peternakan karena kurang subur. Lebih lanjut, lahan pertanian yang dikerjakan
intensif tanpa periode jeda telah mempercepat proses degradasi tanah. Kandungan
unsur hara dalam tanah menyusut secara cepat dalam beberapa tahun. Penggundulan
lahan juga mempercepat degradasi lahan. Di Indonesia, kegiatan perladangan
berpindah dituding turut menciptakan hutan gundul.
c)
Penggunaan Bahan
Bakar Kayu
Pohon-pohon hutan dapat dijadikan kayu bakar. Pemanfaatan
kayu sebagai sumber energi terutama terjadi di negara-negara berkembang seperti
Etiopia dan Burkina Faso di Afrika. Di negara tersebut bahan bakar kayu
mengambil porsi lebih dari 90% dari seluruh energi yang digunakan. Diperkirakan
kebutuhan bahan bakar kayu pada tahun 2025 menjadi dua kali dari pasokan yang
kini tersedia. Peningkatan jumlah penduduk menambah tekanan pada luas lahan
hutan. Tekanan akibat peningkatan jumlah penduduk akan memperluas penggundulan
hutan. Hal ini disebabkan kemampuan regenerasi hutan lebih lambat dibanding
kerusakan hutan serta peningkatan kebutuhan penduduk.
d)
Pembalakan
Pembalakan yang tidak terkendali menjadi penyebab utama
kerusakan hutan. Kegiatan pembalakan telah mengubah lahan hutan menjadi gundul
secara cepat. Fungsi hutan sebagai penutup dan pelindung tanah menjadi hilang.
Hujan dan angin mudah mengerosi tanah yang terbuka. Pohon-pohon yang tersisa
akan tumbang oleh angin karena tanah tempat tumbuh akar sudah terkikis. Pada
lahan yang terbuka, sinar matahari menyinari langsung sehingga tanah menjadi
kering, tidak subur, dan sulit diolah.
Selanjutnya, kayu-kayu gelondongan hasil pembalakan
diangkut keluar dari hutan melalui jalan yang dibuat dengan melintasi tengah
hutan. Pengangkutan kayu-kayu gelondongan dari tengah hutan menyebabkan banyak
kerusakan pohon-pohon pada jalur lintasan yang dilalui truk pengangkut. Alat-alat
berat, seperti traktor dan buldozer juga menghancurkan vegetasi dan memadatkan
tanah yang dilindasnya. Tanah yang padat sulit menyerap air hujan sehingga
menghambat vegetasi untuk tumbuh kembali.
Kerusakan hutan Indonesia termasuk yang tercepat di
dunia. Dalam setahun, hutan yang rusak mencapai 1,6 juta hektare atau seluas 3
hektare per menit. Ini berarti hutan yang gundul akibat pembalakan dalam satu
menit sama dengan enam kali luas lapangan sepak bola. Dapat dibayangkan betapa
hebat dampak dari pembalakan terhadap kerusakan hutan.
e)
Penambangan
Terbuka/Permukaan
Bahan tambang perlu dikeluarkan dari dalam Bumi agar
dapat bermanfaat bagi manusia. Sebagai contoh, batu bara ditambang untuk bahan
bakar pembangkit listrik. Lahan yang banyak mengandung cadangan batu bara
kebanyakan masih berupa hutan. Untuk mendapatkan batu bara, cara yang umum
dilakukan di Indonesia adalah dengan penambangan terbuka/permukaan
(open-cut/surface mining).
Metode penambangan terbuka menyebabkan lahan hutan yang
ditebangi semakin meluas. Akibatnya, hutan menjadi gundul dan permukaan lahan
menjadi rusak. Kerusakan lahan hutan akibat kegiatan penambangan terbuka perlu
perbaikan yang sungguh-sungguh, yaitu dengan reklamasi dan penghijauan kembali.
Jika tidak, banyak lubang raksasa dan bopeng-bopeng di permukaan lahan bekas
tambang serta lahan gundul menimbulkan degradasi lingkungan yang serius.
2.
Penggersangan Lahan
(Desertification)
Penggersangan lahan banyak terjadi di wilayah beriklim
kering (arid) dan setengah kering (semiarid). Degradasi lahan di wilayah ini
menyebabkan terbentuknya gurun. Ini berarti, telah terjadi kerusakan lahan
secara meluas yang menyebabkan vegetasi tidak dapat tumbuh.
Seperti halnya penggundulan hutan, penggersangan lahan
merupakan masalah lingkungan pada dekade sekarang. Selama berabad-abad para
penggembala ternak berpindah-pindah menjelajahi padang gembala bersama-sama
ternaknya. Cara hidup mereka memberi sedikit pengaruh terhadap kerusakan lahan.
Akan tetapi, bila kegiatan ini digabung dengan kerusakan lahan secara alami,
maka akan berpengaruh besar terhadap pembentukan lahan gersang pada suatu
wilayah. Beberapa penyebab penggersangan lahan sebagai berikut.
a)
Proses Alamiah
Musim kering secara berkala berlangsung di wilayah
semiarid. Kekeringan pada musim kering memang tidak menimbulkan lahan gersang.
Tetapi, jika kekeringan diperburuk oleh kesalahan praktik-praktik pertanian dan
jumlah penduduk yang berlebihan maka dapat menimbulkan kerusakan lahan di
wilayah semiarid.
b)
Kegiatan Pertanian
Pertumbuhan penduduk di wilayah semiarid biasanya diikuti
oleh kegiatan pertanian yang meningkat. Praktik-praktik pertanian yang buruk
dengan menanami lahan secara terus-menerus tanpa jeda memang mampu meningkatkan
hasil panen. Hanya saja, keadaan ini akan mempercepat penurunan kesuburan
lahan. Lahan yang sudah tidak subur kemudian ditinggalkan. Vegetasi alami tidak
dapat tumbuh dan berkembang biak pada lahan gersang karena tanah kekurangan makanan
(unsur hara).
Jumlah dan ukuran hewan ternak memengaruhi kebutuhan
pakan. Pertambahan jumlah hewan ternak telah meningkatkan kebutuhan ladang
penggembalaan untuk merumput. Hewan gembalaan juga menginjak-injak lahan dan
memakan rumput yang tinggal sedikit. Lahan yang habis rumputnya dapat kembali
pulih setelah ditinggalkan dan diberi cukup kesempatan untuk tumbuh. Akan
tetapi, hal ini sulit terwujud karena hewan gembalaan yang telah meninggalkan
ladang penggembalaan digantikan oleh hewan gembalaan yang lain.
c)
Penggunaan
Teknologi
Penggersangan di wilayah semiarid dapat ditimbulkan oleh
pemanfaatan teknologi irigasi modern. Di wilayah Afrika banyak sumur bor yang
disediakan bagi para penggembala dibuat untuk mendapatkan air tanah.
Sumur-sumur ini telah menarik para penggembala dan hewan gembalaannya untuk
minum dan merumput. Kemudahan mendapatkan air menyebabkan para penggembala
tinggal di wilayah itu.
Kaki-kaki hewan gembalaan yang menginjak-injak tanah
turut menekan lahan dan memadatkan tanah. Jadi, degradasi lahan telah
diperburuk oleh hewan-hewan gembala yang menginjak-injak lahan subur di
lingkungan sekitar. Sebenarnya jika penggembalaan dilakukan dengan sistem
rotasi seperti pada penanaman tanaman pertanian, risiko kerusakan tanah bisa
diperkecil. Kerusakan tanah bisa diperkecil. Lahan dibiarkan istirahat agar
vegetasi alami bisa tumbuh kembali, akhirnya pengembalian ketersediaan unsur
hara dalam tanah berlangsung lebih cepat.
d)
Vegetasi Berkurang
Peningkatan jumlah hewan dan manusia memengaruhi penurunan
jumlah vegetasi. Kegiatan pencarian kayu bakar dan hewan-hewan gembala yang
merumput menyebabkan jumlah vegetasi berkurang dengan cepat. Ketika lahan
menjadi gundul dan terbuka karena tumbuhan penutupnya hilang, maka angin dan
hujan mudah mengerosi lapisan tanah atas yang subur. Lahan yang tererosi tidak
dapat menahan dan meresapkan air hujan ke dalam tanah. Kondisi ini menimbulkan
lahan gersang sehingga vegetasi tidak dapat tumbuh subur dan lahan menjadi sepi
dari kehidupan.
3.
Pencemaran
Pencemaran terjadi bila material sampah dan bahan tidak
berguna dibuang di lingkungan sekitar. Pencemaran menimbulkan dampak kerusakan
atau ketidaknyamanan bagi manusia, hewan, tumbuhan, bangunan, dan komponen
lingkungan lain. Sebelum terjadi Revolusi Hijau, masalah pencemaran terbatas
pada skala lokal. Setelah beberapa tahun kemudian, peningkatan pencemaran
menjadi masalah global. Pencemaran dapat terjadi pada tanah, air, dan udara.
a)
Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah dapat disebabkan oleh sampah rumah
tangga dan timbunan material sampah yang tidak dikelola. Sistem pembuangan dan
pengolahan sampah diperlukan untuk mengelola sampah yang dihasilkan oleh
kegiatan manusia setiap hari. Sampah rumah tangga yang tidak dikelola dengan
baik dapat mendatangkan penyakit seperti diare dan disentri.
Di banyak negara, pembuangan sampah dilakukan dengan
mengubur dalam lubang (landfill). Metode ini cukup efektif. Hanya saja, bahan
kimia beracun yang berbahaya dapat merembes keluar dari lubang penimbunan dan
mencemari tanah. Beberapa negara lebih suka membuang sampah dengan cara
dibakar. Metode pembakaran memungkinkan sampah padat melepas zat kimia beracun
ke udara ketika pembakaran berlangsung.
b)
Pencemaran Air
Pencemaran air menyebabkan penurunan kualitas air dan
membahayakan makhluk hidup. Di beberapa negara berkembang, pembuangan limbah
air dan sampah langsung ke sungai dan laut merupakan pemandangan yang sering
dijumpai. Air pada saluran pembuangan juga digunakan untuk keperluan minum,
memasak, mandi, dan mencuci pakaian. Keadaan ini sangat memungkinkan timbulnya
penyakit dan tingkat kematian bayi yang tinggi. Bahan pencemar dari sampah yang
tidak membusuk seperti plastik dan karet dapat terdampar dan menumpuk di
sepanjang pantai.
Selain sampah, sumber pencemaran air yang lain adalah
minyak dari kapal tanker dan industri. Tumpahan minyak yang berasal dari
kecelakaan kapal tanker merusak ekosistem laut dan mematikan ribuan ikan,
burung, dan hewan lain. Perairan laut menjadi tercemar, pariwisata pantai
terganggu, dan kesehatan penduduk menurun. Kadang-kadang minyak yang mencemari
laut dapat juga berasal dari kapal, pelabuhan, dan industri yang berada di
dekat laut.
Kegiatan pertanian turut menyumbang pencemaran air
permukaan dan air tanah. Penggunaan pupuk kimia yang meningkat telah
menyebabkan masalah pencemaran air semakin meluas dari sebelumnya. Bahan kimia
dalam tanah merembes ke dalam air tanah dan mencemarinya. Ketika hujan
berlangsung, bahan kimia dalam tanah juga larut menuju sistem sungai. Bahan
kimia ini memacu pertumbuhan alga dan plankton dengan cepat.
c)
Pencemaran Udara
Pencemaran udara paling mudah menyebar. Pembakaran bahan
bakar fosil menjadi penyebab utama pencemaran udara, khususnya berasal dari
kendaraan bermotor, industri, dan pembangkit listrik. Sejumlah besar bahan
pencemar dilepaskan ke atmosfer sejak Revolusi Industri. Partikel asap dan gas
seperti sulfur oksida (SOx), karbon monoksida (CO), dan karbon dioksida (CO2)
dihasilkan dari proses pengolahan atau manufaktur.
Kendaraan bermotor mengeluarkan nitrogen oksida (NOx)
yang kemudian menjadi asap setelah bereaksi dengan sinar ultraviolet. Asap ini
dapat menyebabkan sesak napas dan pedih di mata. Pembakaran hutan dan kayu
bakar juga menyebabkan pencemaran udara. Asap dari pembakaran hutan Indonesia,
terutama dari Sumatera dan Kalimantan setiap tahun menjadi masalah bagi negara
tetangga, seperti Singapura dan Malaysia.
Asap membatasi jarak pandang sehingga lalu lintas
kendaraan bermotor dan penerbangan terganggu. Asap hasil pembakaran hutan juga
dapat mengganggu pernapasan. Sedang di perkotaan pencemaran udara banyak
ditimbulkan oleh industri dan kendaraan bermotor.
Gas dari batu bara dan kayu bakar yang tidak terbakar
habis, asap jelaga, debu, karbon monoksida, dan gas hidrokarbon banyak
dilepaskan ke udara dan mencemarinya. Bahan pencemar ini menyebabkan iritasi
mata, gangguan jalan napas, dan meningkatkan penyakit kanker paru-paru dalam
jangka panjang.
4.
Pemanasan Global
Atmosfer yang menyelubungi Bumi berperan penting bagi
kehidupan di Bumi. Seandainya Bumi tidak memiliki atmosfer maka semua kehidupan
akan musnah terbakar sinar matahari. Bumi memiliki mekanisme alamiah menjaga
kehangatan agar kehidupan tetap berlangsung. Mekanisme ini dikenal dengan efek
rumah kaca (green house effect).
Gas-gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), uap air
(H2O), metana (NH4), nitrogen oksida (NOx) terdapat secara alamiah di atmosfer.
Gas-gas tersebut menahan panas sinar Matahari dan menjaga kestabilan temperatur
Bumi sekitar 15°C.
Pada tahun-tahun terakhir ini telah terjadi kenaikan
temperatur udara. Kenaikan temperatur ini disebabkan oleh peningkatan sejumlah gas-gas
rumah kaca di atmosfer. Kenaikan temperatur di seluruh permukaan Bumi dikenal
dengan pemanasan global (global warning).
Ada dua jenis kegiatan
manusia yang menyebabkannya, yaitu industri dan pertanian.
a)
Industri
Pembakaran bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan
energi telah meningkatkan gas-gas rumah kaca. Pembangkit-pembangkit listrik
berbahan bakar minyak bumi dan batu bara, serta mesin-mesin kendaraan bermotor
banyak melepaskan sejumlah gas-gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), sulfur
dioksida (SO2), dan nitrogen oksida (NOx) ke atmosfer.
Penggunaan Klorofluorokarbon/KFK (Chlorofluorocarbon
(CFC) pada penyejuk udara (air conditioner) dan lemari es (refrigerator)
menjadikan gas KFK ikut dilepaskan ke atmosfer. Gas KFK juga dilepaskan ke
udara pada saat lemari es dan air conditioner rusak dan ditumpuk sebagai
sampah. Lebih jauh, pemanasan global ini mengakibatkan penipisan lapisan ozon.
b)
Pertanian
Pertanian berkaitan dengan kegiatan bercocok tanam dan
penggembalaan. Kegiatan penanaman di sawah dan penggembalaan ternak
menghasilkan gas metana (CH4) yang dilepaskan ke atmosfer. Nitrogen oksida
(NOx) dilepaskan ke atmosfer ketika pupuk yang mengandung nitrogen digunakan
dalam pertanian.
Karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari pembakaran
bahan organik seperti kayu dan kotoran hewan juga dilepaskan ke atmosfer.
Penggundulan hutan secara ekstensif untuk pembukaan lahan pertanian turut
mengurangi kemampuan tanah dalam mengubah karbon dioksida di atmosfer.
Kegiatan pertanian telah mengubah komposisi gas-gas dan
rumah kaca dan menambah panas atmosfer. Temperatur atmosfer yang lebih tinggi
dapat melelehkan lapisan es di kutub dan gletser. Penambahan panas di Bumi juga
meningkatkan temperatur air dan menyebabkan permukaan air laut naik. Diperkirakan,
kenaikan temperatur global sebesar 4°C akan menambah ketinggian laut antara
6,5–16,5 meter.
Kandungan gas karbon dioksida(CO2) di atmosfer hanya
0,03%, tetapi menjadi gas yang paling berpengaruh terhadap efek rumah kaca.
Diperkirakan kandungannya meningkat lebih dari 25% dalam 1,5 abad terakhir.
Selama rentang waktu tersebut temperatur permukaan Bumi telah meningkat sekitar
0,7°C. Para ahli memperkirakan temperatur akan meningkat 1–3,5°C pada abad
mendatang.
Banyak kota-kota besar di dunia berada di dataran pantai
yang rendah. Sumber-sumber makanan penting untuk mencukupi kebutuhan pangan
banyak dihasilkan dari daerah delta dan dataran banjir. Kenaikan permukaan laut
akan menggenangi daerah-daerah kota itu dan menyebabkan kerusakan besar dan
mematikan kehidupan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini
yaitu, masalah pembangunan di satu pihak menunjukkan dampak positif terhadap
lingkungan dan masyarakat seperti tersedianya jaringan jalan, telekomunikasi,
listrik, air, kesempatan kerja serta produknya sendiri memberi manfaat bagi
masyarakat luas dan juga meningkatkan pendapatan bagi daerah yang bersangkutan.
Masyarakat sekitar pabrik langsung atau tidak langsung dapat menikmati sebagian
dari hasil pembangunannya. Di pihak lain apabila pembangunan ini tidak
diarahkan akan menimbulkan berbagai masalah seperti konflik kepentingan,
pencemaran lingkungan, kerusakan, pengurasan sumberdaya alam, masyarakat
konsumtif serta dampak sosial lainnya yang pada dasarnya merugikan masyarakat.
B. Saran
Pembangunan
adalah salah satu usaha yang sebenarnya sangat membantu manusia. Tetapi bila
pembangunan tidak sesuai dengan tata aturan yang ada, dimana manusia tidak
memperhitungkan dampak-dampak yang terjadi dimasa mendatang maka dampak dari
perubahan itu akan ditanggung sendiri oleh manusia.
Pembangunan
yang ada sekarang mempunyai hubungan dengan semuanya, baik itu, iklim, sosial,
struktur tanah dan sebagainya. Pemerintah
diharapkan mempertimbangkan dengan baik, pembangunan yang dilakukan dan
sebaiknya memilih wilayah yang akan dibanguni sesuai dan tidak akan merusak
ekosistem.
DAFTAR
PUSTAKA
4.
http://www.academia.edu/22373197/Dampak_Pembangunan_Terhadap_Lingkungan_Hidup
No comments:
Post a Comment