DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Adab Mengundang dan Memenuhi
Undangan
1. Pengertian Mengundang
2. Adab bagi yang Mengundang
3. Adab bagi yang Memenuhi
Undangan
B. Adab Bertamu dan Menerima
Tamu
1. Adab Bertamu
a)
Pengertian
Bertamu
b)
Cara
bertamu yang Baik
c)
Hikmah
Bertamu
2. Adab Menerima Tamu
a) Kewajiban Menerima Tamu’
b) Cara Menerima Tamu yang
Baik
c) Hikmah Menerima Tamu
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya
saling mengunjungi atau bertamu, yang dikenal dengan isitilah silaturrahmi oleh
kebanyakan masyarakat. Walaupun sesungguhnya istilah silaturrahmi itu lebih
tepat (dalam syari’at) digunakan khusus untuk berkunjung/ bertamu kepada sanak
famili dalam rangka mempererat hubungan kekerabatan.Namun, bertamu, baik itu
kepada sanak kerabat, tetangga, relasi, atau pihak lainnya, bukanlah sekedar
budaya semata melainkan termasuk perkara yang dianjurkan di dalam agama Islam
yang mulia ini. Karena berkunjung/bertamu merupakan salah satu sarana untuk saling
mengenal dan mempererat tali persaudaraan terhadap sesama muslim. Allah
berfirman: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari
seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa, dan
bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Al
Hujurat: 13)
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Adab mengundang
dan memenuhi undangan ?
2.
Bagaimana Adab bertamu dan
menerima tamu?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui tentang Adab mengundang dan memenuhi undangan
2.
Untuk
mengetahui tentang Adab bertamu dan menerima tamu
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Adab Mengundang Dan Memenuhi Undangan
1.
Pengertian Mengundang
adalah mempersilahkan
atau memanggil kerabat, sahabat, tetangga, teman kerja, keluarga dan lain-lain
untuk menghadiri suatu acara, kegiatan atau hajatan.
Sedangkan Undangan
atau tamu undangan adalah kerabat, sahabat, tetangga, teman kerja, keluarga dan
lain-lain yang menghadiri undangan di suatu acara, kegiatan atau hajatan orang
yang mengundang.
Mengundang dan
memenuhi undangan merupakan sunnah Rasulullah Saw., bahkan baginda rasul
menganjurkan para sahabat untuk mengadakan dan menghadiri kenduri. Amalan
inilah yang menjadi tradisi masyarakat Indonesia, menjemput atau mengundang
saudara, kerabat dan kawan untuk menghadiri pertemuan yang diadakan, baik
secara formal atau tidak, seperti undangan pernikahan, undangan pengajian dan
lain sebagainya.
Memenuhi undangan adalah
kewajiban yang harus ditunaikan bagi seseorang yang diundang selama tidak ada
yang melanggar syari’at. Kehadiran seseorang dalam suatu jamuan merupakan
kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri bagi orang yang mengundang. Dalam suasana
seperti itulah orang yang hadir akan merasakan pula kebahagiaan sohibul hajat.
Bagi orang-orang yang
akan mengundang dan memenuhi undangan, maka perlu mengetahui dan memperhatikan
pedoman dan adab-adabnya, di antaranya:
2.
Adab
Bagi yang Mengundang.
a)
Tidak
mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin,
berdasarkan sabda Nabi Saw,
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan
walimah di mana orang- orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya
ditinggalkan.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
b)
Tidak
mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.
c)
Disunahkan
mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadis yang diriwayatkan
dari Ibnu Abbas, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi Saw,
Beliau bersabda:
“Selamat datang kepada para utusan yang
datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)
d)
Menghormati
tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu makanan semampunya saja. Akan tetapi,
tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta’ala
telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim ‘As bersama tamu-tamunya :
“Dan Ibrahim datang pada keluarganya
dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut
pada mereka (tamu-tamu Ibrahim) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?’”(QS. Az- Zariyat : 26-27)
e)
Dalam
penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbanggabangga, tetapi
bermaksud untuk mencontoh Rasulullah Saw. dan para Nabi sebelum beliau, seperti
Nabi Ibrahim As. Beliau diberi gelar “Abu Difan” (Bapak para
tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.
f)
Hendaknya
juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan kegembiraan kepada sesama
muslim.
g)
Mendahulukan
tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila
para tamu duduk dengan tertib.
h)
Mendahulukan
tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda Nabi
Muhammad Saw:
“Barang siapa yang tidak mengasihi yang
lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah
golongan kami.”(HR Bukhari).
i)
Jangan
mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.
j)
Di
antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka
berbincangbincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum
mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka
datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang.
k)
Mendekatkan
makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya
sebagaimana Allah Swt ceritakan tentang Ibrahim As:
“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan
tersebut pada mereka.”(QS.
Az-Zariyat : 27)
l)
Mempercepat
untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan penghormatan
bagi mereka.
m) Merupakan adab dari orang yang
memberikan hidangan ialah melayani para tamunya dan menampakkan kepada mereka
kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri.
n)
Adapun
masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw,
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun
memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada
tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.”
Para sahabat berkata: “Ya
Rasulullah, bagaimana menyakitinya?”
Rasulullah Saw. berkata: “Sang tamu
tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”
(Muttafaq ‘alih)
o)
Hendaknya
mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.
3.
Adab
Bagi yang Diundang.
a)
Bagi
seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada udzur,
seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah Saw ;
“Barangsiapa yang diundang maka
datangilah!” (HR. Abu Dawud
dan Ahmad)
“Barang siapa yang tidak memenuhi
undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)
b)
Apabila
kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri undangan karena
menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah. Puasa tidak
menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah
Saw:
"Jika salah seorang di antara
kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak
berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim)
c)
Seorang
tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat- lihat ke arah
tempat keluarnya perempuan, tidak menolak tempat duduk yang telah disediakan.
d)
Termasuk
adab memenuhi undangan adalah tidak banyak melirik-lirik kepada wajah
orang-orang yang sedang makan.
e)
Hendaknya
seseorang berusaha semaksimal mungkin agar tidak memberatkan tuan rumah,
sebagaimana firman Allah ta’ala dalam ayat di atas: “Bila kamu selesai
makan, keluarlah!” (Qs. Al-Ahzab : 53)
f)
Sebagai
tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk tuan rumah karena hal ini dapat
mempererat kasih sayang antara sesama muslim. Rasulullah Saw bersabda, “Berilah
hadiah di antara kalian! Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR.
Bukhari)
g)
Jika
seorang tamu datang bersama orang yang tidak diundang, ia harus meminta izin
kepada tuan rumah dahulu, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Mas’ud ra:
“Ada seorang laki-laki di kalangan Anshar
yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai seorang anak tukang daging.
Kemudian, ia berkata kepadanya, “Buatkan
aku makanan yang dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah
Saw. Kemudian, Rasulullah Saw. mengundang empat orang yang orang kelimanya
adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya."
Maka, Rasulullah Saw. berkata, “Engkau
mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami. Bilamana engkau ridho,
izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan meninggalkannya.”
Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku
telah mengizinkannya.” (HR. Bukhari)
h)
Seorang
tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya setelah selesai
mencicipi makanan tersebut dengan doa :
“Orang-orang yang puasa telah berbuka
di samping kalian. Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian. semoga
malaikat mendoakan kalian semuanya.”
(HR. Abu Daud)
“Ya Allah
berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan
berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim)
“Ya Allah
ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim)
i)
Setelah
selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada,
memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan
rumah.
B.
Adab
Bertamu dan Menerima Tamu
1.
Adab Bertamu
a)
Pengertian Bertamu
Bertamu
adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh
Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam
bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata
krama ini dilanggar maka tujuan bertamu justru akan menjadi rusak, yakni
merenggangnya hubungan persaudaraan. Islam telah memberi bimbingan dalam
bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat.
Yang dimaksud dengan
tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan sebelum subuh. Allah
SWT berfirman:
Artinya: “hai
orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu
miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada
kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu
menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang
Isya’.(Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula)
atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu
(ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS An
Nur : 58)
Ketiga
waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya
digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang
sederhana (karena panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka.
Apabila budak dan anak-anak kecil saja diharuskan meminta izin bila akan masuk
ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang bertamu. Bertamu pada
waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan menyusahkan tuan rumah
yang hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian rapi lagi untuk
menerima kedatangan tamunya.
b)
Cara Bertamu
yang Baik
1)
Berpakaian
yang rapi dan pantas
Bertamu dengan
memakai pakaian yang pantas berarti menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri.
Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah,
demikian pula sebaliknya. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Jika
kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu
berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.... ” (QS Al Isra :
7)
2)
Memberi
isyarat dan salam ketika datang
Allah SWT
berfirman:
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu
lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)
Diriwayatkan bahwa:
اِنَّ رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ عَلى
النَّبِيِّ ص م وَ هُوَ فِى بَيْتٍ فَقَالَ : “اَلِجُ” فَقَالَ النَّبِيُّ ص م
لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ :
قُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ
“السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَاَذِنَ النَّبِيُّ ص م قَدْ
دَخَلَ (رواه ابو داود)
Artinya:”Bahwasanya
seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada
di dalam rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada
pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan
kepadanya agar ia mengucapkan “Assalmualikum, bolehkah aku masuk” lelaki
itu mendengar apa yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alaikum, bolehkah
aku masuk?” nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)
3)
Jangan
mengintip ke dalam rumah
Rasulullah SAW
bersabda yang artinya: “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki
mengintip dari sebuah lubang pintu rumah Rasullulah SAW dan pada waktu
itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasullulah SAW bersabda: ”Jika aku
tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah
memerintahkan untuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan
mata.” (HR Bukhari)
4)
Minta
izin masuk maksimal sebanyak tiga kali
Jika
telah tiga kali namun belum ada jawaban dari tuan rumah, hendaknya pulang
dahulu dan datang pada lain kesempatan.
5)
Memperkenalkan
diri sebelum masuk
Apabila
tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri secara
jelas, terutama jika bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits
yang artinya: “Dari Jabir ra la berkata: Aku pernah datang kepada
Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah
itu?” Aku menjawab: “Saya” Beliau bersabda: “Saya, saya...!” seakan-akan beliau
marah.” (HR Bukhari)
6)
Tamu
lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita
Dalam
hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi
izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia
hanya seorang diri sama halnya mengundang bahaya bagi dirinya sendiri. Oleh
sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.
7)
Masuk
dan duduk dengan sopan
Setelah
tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, hendaknya tamu masuk dan duduk dengan
sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri,
tidak memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi
(terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah.
8)
Menerima
jamuan tuan rumah dengan senang hati
Apabila
tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan
senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika
sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa
dirinya tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan
rumah telah mempersilahkan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya,
tidak usah menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya.
9)
Mulailah
makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah
Rasulullah
bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Jika seseorang diantara kamu
hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada
awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.”
(HR Abu Daud dan Turmudzi)
10) Makanlah dengan tangan kanan, ambilah
yang terdekat dan jangan memilih
Islam
telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan tangan
kanan, tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan
berhalangan). Cara seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja.
Melainkan dalam berbagai suasana, baik di rumah sendiri maupun di rumah orang
lain.
11) Bersihkan piring, jangan biarkan sisa
makanan berceceran
Sementara
ada orang yang merasa malu apabila piring yang habis digunakan untuk makan
tampak bersih, tidak ada makanan yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai
terlalu lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti
perasaan manusia yang terkadang keliru.
12) Segeralah pulang setelah selesai urusan
Kesempatan
bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun
demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja,
sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicaraan yang tidak ada ujung
pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka
memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah.
c)
Hikmah dan
Tujuan Bertamu
Hikmah
dan Tujuan Bertamu yaitu mempererat tali silaturrahim dan semangat kebersamaaan
antar sesama manusia.
2.
Adab Menerima Tamu
a)
Kewajiban
Menerima Tamu
Sebagai
agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan bagi umatnya dalam menerima
tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW
menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman. Artinya, salah satu tolak ukur
kesempurnaan iman seseorang ialah sikap dalam menerima tamu. Sabda Rasulullah
SAW:
مَنْ كَاَنَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ الاَخِرِ
فَالْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه البخارى)
Artinya: “Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.”(HR
Bukhari)
b)
Cara Menerima
Tamu yang Baik
1)
Berpakaian
yang pantas
Sebagaimana
orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian yang pantas pula
dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan
tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada
seorang yang berpakain rapi, bersih dan sopan. Rasulullah SAW bersabda yang
artinya: “ Makan dan Minumlah kamu, bersedekah kamu dan berpakaianlah kamu,
tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat
senang melihat bekas nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)
2)
Menerima
tamu dengan sikap yang baik
Tuan
rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik, misalnya
dengann wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh,
apalagi memalingkan muka dan tidak mau memandangnya secara wajar. Memalingkan
muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus
dijauhi sejauh-jauhnya.
3)
Menjamu
tamu sesuai kemampuan
Termasuk
salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya.
4)
Tidak
perlu mengada-adakan
Kewajiban
menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah.
Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya.
Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan
bagi yang kurang mampu hendaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu
memberi air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih
tidak ada, cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah.
5)
Lama
waktu
Sesuai
dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari
istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah
SAW:
اَلضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ
اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق عليه)
Artinya: “
Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan
sedekah baginya.” (HR Muttafaqu Alaihi)
6)
Antarkan
sampai ke pintu halaman jika tamu pulang
Salah
satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah
mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat
karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.
c)
Hikmah dan
Tujuan Menerima Tamu
Hikmah dan Tujuan
Bertamu yaitu mempererat tali silaturrahim dan semangat kebersamaaan antar sesama
manusia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setiap manusia pasti pernah menerima tamu, baik yang kita
suka mapun yang kita tidak suka. Hal ini wajar saja, karena setiap manusia
memiliki sifat-sifat yang berbeda. tapi walau bagaimana pun, tamu kita tetap
harus kita muliakan, Seperti dalam sebuah Hadist..
“Dan barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR
Bukhari dan Muslim)
Dari hadist tersebut kita dapat menyimpulkan bahea kita harus
menyambut tamu dengan baik.. (walaupun kita tidak suka).
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah memenuhi
undangan ketika diundang. Dalam suatu riwayat menyebutkan “Barang siapa yang tidak memenuhi
undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari) ini menunjukan bahwa memenuhi undangan adalah
hal yang wajib dilaksanakan. Adapun hal
yang sangat penting dan harus diperhatikan dalam hal ini adalah adalah adab
dalam mengundang dan memenuhi undangan agar pelaksanaannya sesuai dengan ajaran
islam.
B.
Saran
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari
para pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment