Monday, April 13, 2020

Akhlak : Adab Mengundang dan undangan, Adab Bertamu dan Menerima Tamu



DAFTAR ISI





KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A.     Adab Mengundang dan Memenuhi Undangan
1.      Pengertian Mengundang
2.      Adab bagi yang Mengundang
3.      Adab bagi yang Memenuhi Undangan
B.     Adab Bertamu dan Menerima Tamu
1.      Adab Bertamu
a)      Pengertian Bertamu
b)     Cara bertamu yang Baik
c)      Hikmah Bertamu
2.      Adab Menerima Tamu
a)      Kewajiban Menerima Tamu’
b)     Cara Menerima Tamu yang Baik
c)      Hikmah Menerima Tamu
BAB III PENUTUP
A.     Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN




A.      Latar Belakang
Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling mengunjungi atau bertamu, yang dikenal dengan isitilah silaturrahmi oleh kebanyakan masyarakat. Walaupun sesungguhnya istilah silaturrahmi itu lebih tepat (dalam syari’at) digunakan khusus untuk berkunjung/ bertamu kepada sanak famili dalam rangka mempererat hubungan kekerabatan.Namun, bertamu, baik itu kepada sanak kerabat, tetangga, relasi, atau pihak lainnya, bukanlah sekedar budaya semata melainkan termasuk perkara yang dianjurkan di dalam agama Islam yang mulia ini. Karena berkunjung/bertamu merupakan salah satu sarana untuk saling mengenal dan mempererat tali persaudaraan terhadap sesama muslim. Allah berfirman: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Al Hujurat: 13)
B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana Adab mengundang dan memenuhi undangan ?
2.         Bagaimana Adab bertamu dan menerima tamu?

C.      Tujuan
1.         Untuk mengetahui tentang Adab mengundang dan memenuhi undangan
2.         Untuk mengetahui tentang Adab bertamu dan menerima tamu



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Adab Mengundang Dan Memenuhi Undangan
1.    Pengertian Mengundang
adalah mempersilahkan atau memanggil kerabat, sahabat, tetangga, teman kerja, keluarga dan lain-lain untuk menghadiri suatu acara, kegiatan atau hajatan.
Sedangkan Undangan atau tamu undangan adalah kerabat, sahabat, tetangga, teman kerja, keluarga dan lain-lain yang menghadiri undangan di suatu acara, kegiatan atau hajatan orang yang mengundang.
Mengundang dan memenuhi undangan merupakan sunnah Rasulullah Saw., bahkan baginda rasul menganjurkan para sahabat untuk mengadakan dan menghadiri kenduri. Amalan inilah yang menjadi tradisi masyarakat Indonesia, menjemput atau mengundang saudara, kerabat dan kawan untuk menghadiri pertemuan yang diadakan, baik secara formal atau tidak, seperti undangan pernikahan, undangan pengajian dan lain sebagainya.
Memenuhi undangan adalah kewajiban yang harus ditunaikan bagi seseorang yang diundang selama tidak ada yang melanggar syari’at. Kehadiran seseorang dalam suatu jamuan merupakan kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri bagi orang yang mengundang. Dalam suasana seperti itulah orang yang hadir akan merasakan pula kebahagiaan sohibul hajat.
Bagi orang-orang yang akan mengundang dan memenuhi undangan, maka perlu mengetahui dan memperhatikan pedoman dan adab-adabnya, di antaranya:
2.    Adab Bagi yang Mengundang.
a)         Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, berdasarkan sabda Nabi Saw,
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang- orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
b)        Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.
c)         Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi Saw, Beliau bersabda:
“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari)
d)        Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu makanan semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta’ala telah berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim ‘As bersama tamu-tamunya :
“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?’”(QS. Az- Zariyat : 26-27)
e)         Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbanggabangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah Saw. dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim As. Beliau diberi gelar “Abu Difan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.
f)         Hendaknya juga, dalam pelayanannya diniatkan untuk memberikan kegembiraan kepada sesama muslim.
g)        Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib.
h)        Mendahulukan tamu yang lebih tua daripada tamu yang lebih muda, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw:
“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.”(HR Bukhari).
i)          Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.
j)          Di antara adab orang yang memberikan hidangan ialah mengajak mereka berbincangbincang dengan pembicaraan yang menyenangkan, tidak tidur sebelum mereka tidur, tidak mengeluhkan kehadiran mereka, bermuka manis ketika mereka datang, dan merasa kehilangan tatkala pamitan pulang.
k)        Mendekatkan makanan kepada tamu tatkala menghidangkan makanan tersebut kepadanya sebagaimana Allah Swt ceritakan tentang Ibrahim As:
“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.”(QS. Az-Zariyat : 27)
l)          Mempercepat untuk menghidangkan makanan bagi tamu sebab hal tersebut merupakan penghormatan bagi mereka.
m)      Merupakan adab dari orang yang memberikan hidangan ialah melayani para tamunya dan menampakkan kepada mereka kebahagiaan serta menghadapi mereka dengan wajah yang ceria dan berseri-seri.
n)        Adapun masa penjamuan tamu adalah sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw,
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.”
Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?”
Rasulullah Saw. berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.” (Muttafaq ‘alih)
o)        Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.
3.    Adab Bagi yang Diundang.
a)         Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada udzur, seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw ;
“Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
“Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)
b)        Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri undangan karena menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah. Puasa tidak menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
"Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim)
c)         Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat- lihat ke arah tempat keluarnya perempuan, tidak menolak tempat duduk yang telah disediakan.
d)        Termasuk adab memenuhi undangan adalah tidak banyak melirik-lirik kepada wajah orang-orang yang sedang makan.
e)         Hendaknya seseorang berusaha semaksimal mungkin agar tidak memberatkan tuan rumah, sebagaimana firman Allah ta’ala dalam ayat di atas: “Bila kamu selesai makan, keluarlah!” (Qs. Al-Ahzab : 53)
f)         Sebagai tamu, kita dianjurkan membawa hadiah untuk tuan rumah karena hal ini dapat mempererat kasih sayang antara sesama muslim. Rasulullah Saw bersabda, “Berilah hadiah di antara kalian! Niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)
g)        Jika seorang tamu datang bersama orang yang tidak diundang, ia harus meminta izin kepada tuan rumah dahulu, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Mas’ud ra:
“Ada seorang laki-laki di kalangan Anshar yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai seorang anak tukang daging.
Kemudian, ia berkata kepadanya, “Buatkan aku makanan yang dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah Saw. Kemudian, Rasulullah Saw. mengundang empat orang yang orang kelimanya adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya." 
Maka, Rasulullah Saw. berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan meninggalkannya.”
Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah mengizinkannya.” (HR. Bukhari)
h)        Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya setelah selesai mencicipi makanan tersebut dengan doa :
“Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian semuanya.” (HR. Abu Daud)
“Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim)
“Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim)
i)          Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada, memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah.
B.       Adab Bertamu dan Menerima Tamu
1.    Adab Bertamu
a)        Pengertian Bertamu
Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata krama ini dilanggar maka tujuan bertamu justru akan menjadi rusak, yakni merenggangnya hubungan persaudaraan. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat.  
Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan sebelum subuh. Allah SWT berfirman:

Artinya: “hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’.(Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS An Nur : 58)
Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang sederhana (karena panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka. Apabila budak dan anak-anak kecil saja diharuskan meminta izin bila akan masuk ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang bertamu. Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan menyusahkan tuan rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian rapi lagi untuk menerima kedatangan tamunya.
b)      Cara Bertamu yang Baik
1)        Berpakaian yang rapi dan pantas
Bertamu dengan memakai pakaian yang pantas berarti menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian pula sebaliknya. Allah SWT berfirman:

Artinya: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.... ” (QS Al Isra : 7)
2)        Memberi isyarat dan salam ketika datang
Allah SWT berfirman:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)
Diriwayatkan bahwa:

اِنَّ رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ عَلى النَّبِيِّ ص م وَ هُوَ فِى بَيْتٍ فَقَالَ : “اَلِجُ” فَقَالَ النَّبِيُّ ص م لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ : قُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَاَذِنَ النَّبِيُّ ص م قَدْ دَخَلَ (رواه ابو داود)
Artinya:”Bahwasanya seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan  “Assalmualikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu mendengar apa yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alaikum, bolehkah aku masuk?” nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)
3)        Jangan mengintip ke dalam rumah
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki mengintip dari sebuah lubang pintu rumah Rasullulah SAW  dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasullulah SAW bersabda: ”Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)
4)        Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali
Jika telah tiga kali namun belum ada jawaban dari tuan rumah, hendaknya pulang dahulu dan datang pada lain kesempatan. 
5)        Memperkenalkan diri sebelum masuk
Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri secara jelas, terutama jika bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits yang artinya: “Dari Jabir ra la berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya” Beliau bersabda: “Saya, saya...!” seakan-akan beliau marah.” (HR Bukhari)  
6)        Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita
Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya seorang diri sama halnya mengundang bahaya bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.
7)        Masuk dan duduk dengan sopan
Setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, hendaknya tamu masuk dan duduk dengan sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah.
8)        Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati
Apabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah mempersilahkan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya.
9)        Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Jika seseorang diantara kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” (HR Abu Daud dan Turmudzi)
10)    Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memilih
Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan tangan kanan, tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Melainkan dalam berbagai suasana, baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain.
11)    Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran
Sementara ada orang yang merasa malu apabila piring yang habis digunakan untuk makan tampak bersih, tidak ada makanan yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan manusia yang terkadang keliru.
12)    Segeralah pulang setelah selesai urusan
Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicaraan yang tidak ada ujung pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah.
c)         Hikmah dan Tujuan Bertamu
Hikmah dan Tujuan Bertamu yaitu mempererat tali silaturrahim dan semangat kebersamaaan antar sesama manusia.
2.    Adab Menerima Tamu
a)        Kewajiban Menerima Tamu
Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan bagi umatnya dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman. Artinya, salah satu tolak ukur kesempurnaan iman seseorang ialah sikap dalam menerima tamu. Sabda Rasulullah SAW:
              مَنْ كَاَنَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ الاَخِرِ فَالْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه البخارى)
Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.”(HR Bukhari)
b)        Cara Menerima Tamu yang Baik
1)        Berpakaian yang pantas
Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian yang pantas pula dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang berpakain rapi, bersih dan sopan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “ Makan dan Minumlah kamu, bersedekah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas nikmatnya pada hambanya.”  (HR Baihaqi)
2)        Menerima tamu dengan sikap yang baik
Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik, misalnya dengann wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi memalingkan muka dan tidak mau memandangnya secara wajar. Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.
3)        Menjamu tamu sesuai kemampuan
Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya.
4)        Tidak perlu mengada-adakan
Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang mampu hendaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberi air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada, cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah.
5)        Lama waktu
Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:

اَلضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق عليه)
Artinya: “ Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya.” (HR Muttafaqu Alaihi)
6)        Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang
Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.
c)         Hikmah dan Tujuan Menerima Tamu
Hikmah dan Tujuan Bertamu yaitu mempererat tali silaturrahim dan semangat kebersamaaan antar sesama manusia.





BAB III
PENUTUP



A.      Kesimpulan
Setiap manusia pasti pernah menerima tamu, baik yang kita suka mapun yang kita tidak suka. Hal ini wajar saja, karena setiap manusia memiliki sifat-sifat yang berbeda. tapi walau bagaimana pun, tamu kita tetap harus kita muliakan, Seperti dalam sebuah Hadist..
Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadist tersebut kita dapat menyimpulkan bahea kita harus menyambut tamu dengan baik.. (walaupun kita tidak suka).
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah memenuhi undangan ketika diundang. Dalam suatu riwayat menyebutkan “Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari) ini menunjukan bahwa memenuhi undangan adalah hal yang wajib dilaksanakan. Adapun  hal yang sangat penting dan harus diperhatikan dalam hal ini adalah adalah adab dalam mengundang dan memenuhi undangan agar pelaksanaannya sesuai dengan ajaran islam.

B.       Saran
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan makalah kami selanjutnya.














DAFTAR PUSTAKA




http://manabdurrahman.blogspot.co.id/2017/01/makalah-adab-bertamu-dan-menerima-tamu.html

No comments:

Post a Comment