DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
B.
Rumusan
masalah
C.
Tujuan
penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Dhaman
1.
Pengertian Dhaman
2.
Dasar Hukum Dhaman
3.
Syarat dan Rukun Dhamman
B.
Kafalah
1.
Pengertian Kafalah
2.
Dasar Hukum Kafalah
3.
Syarat dan Rukun Kafalah
4.
Macam-macam Kafalah
5.
Berakhirnya Kafalah
C.
Hikmah
Dhaman dan Kafalah
BAB
III KESIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat berdiri sendiri, tetapi
selalu mebutuhkan bantuan orang lain, baik untuk memenuhi kepentingannya
sendiri maupun untuk kepentingan orang lain.
Setiap manusia pada dasarnya saling membutuhkan bantuan dari sesamanya
dalam berbagai pekerjaan yang dapat mendatangkan manfaat bagi kehidupannya,
dalam arti manusia akan selalu membutuhkan pertolongan dari orang lain. Dalam
agama Islam pada hal tolong-menolong sudah ada aturannya yaitu tolong-menolong
dalam hal kebaikan.
Islam merupakan agama yang lengkap dengan segala perbuatannya, baik yang
berhubungan dengan sesama manusia maupun yang berhubungan dengan Sang
pencipta-Nya yaitu Allah SWT. sejalan dengan itu, hukum Islam disyariatkan
untuk mengatur segala perbuatan dan tingkah laku manusia di muka bumi dalam
rangka mencari ridha Allah SWT, sehingga semua urusan manusia diatur dengan
ketentuan hukum yang jelas dan pasti. Ketentuan syara’ yang berkenaan dengan
hak-hak adami manusia itu harus dilaksanakan dengan baik dan bertanggungjawab.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas, yang menjadi fokus pembahasan
penulis dalam makalah ini adalah mengenai dhaman dan kafalah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Dhaman dan Kafalah?
2.
Apa dasar hukum Dhaman dan Kafalah?
3.
Apa saja syarat dan rukun Dhaman dan Kafalah?
4.
Apa saja hikmah Dhaman dan Kafalah?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui :
1.
Pengertian Dhaman dan Kafalah
2.
Dasar hukum Dhaman dan Kafalah
3.
Syarat dan rukun Dhaman dan Kafalah
4.
Hikmah Dhaman dan Kafalah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dhaman
1. Pengertian Dhaman
Dhaman dari segi bahasa berarti tangungan atau
jaminan. Dhammandari segi istilah adalah suatu ikrar
atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan untuk menjamin
pelunasan hutang seseorang. Dengan demikian, kewajiban membayar hutang atau
tanggungan itu berpindah dari orang yang berhutang kepada orang yang menjamin
pelunasan hutangnya.
2. Dasar Hukum Dhaman
Dhaman hukumnya boleh dan sah dalam arti
diperbolehkan oleh syariat Islam, selama tidak menyangkut kewajiban yang
berkaitan dengan hak-hak Allah.
Firman Allah Swt. QS Yusuf
ayat 72
(#qä9$s% ßÉ)øÿtR tí#uqß¹ Å7Î=yJø9$# `yJÏ9ur uä!%y` ¾ÏmÎ/ ã@÷H¿q 9Ïèt/ O$tRr&ur ¾ÏmÎ/ ÒOÏãy ÇÐËÈ
Artinya : Penyeru-penyeru
itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
menjamin terhadapnya".
Sabda Rosulullah SAW :
Penghutang hendaklah mengembalikan pinjamannya dan penjamin
hendaklah membayar” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Sesungguhnya ada jenazah
yang dibawa ke hadapan Nabi saw. lalu para sahabat berkata:”Ya Rasulullah kami mohon jenazah ini dishalatkan!”, Tanya
Nabi: “Adakah harta pusaka yang ditinggalkan?”, Jawab sahabat:”Tidak”, lalu
Nabi Tanya lagi:”Apakah ia punya hutang?”, jawab sahabat:”Punya, ada tiga
dinar”, kemudian Nabi bersabda:” Shalatkan temanmu itu!”, lantas Abu Qatadah
ra. berkata:”Ya Rasulullah, Shalatkanlah ia dan saya yang menjamin hutangnya!”.
Kemudian Nabi saw. menshalatkannya” (HR Bukhori)
3.
Syarat dan Rukun Dhamman
Rukun Dhamman antara lain:
a.
Penjamin (damin)
b.
Orang yang dijamin hutangnya (mahmu ‘anhu)
c.
Penagih yang mendapat jaminan
d.
Lafal atau ikrar
Adapun syarat dhaman antara lain:
a.
Syarat penjamin adalah :
1)
Dewasa (baligh)
2)
Berakal (tidak gila atau waras)
3)
Atas kemauan sendiri (tidak terpaksa)
4)
Orang yang diperbolehkan membelanjakan hartanya
5)
Mengetahui jumlah atau kadar hutang yang dijamin
b.
Syarat orang yang dijamin, yaitu orang yang berdasarkan hukum
diperbolehkan untuk membelanjakan harta
c.
Syarat orang yang menagih hutang, dia diketahui
keberadaannya oleh orang yang menjamin
d.
Syarat harta yang dijamin antara lain:
1)
Diketahui jumlahnya
2)
Diketahui ukurannya
3)
Diketahui kadarnya
4)
Diketahui keadaannya
5)
Diketahui waktu jatuh tempo pembayaran.
e.
Syarat lafadz (ikrar) yaitu dapat dimengerti yang
menunjukkan adanya jaminan serta pemindahan tanggung jawab dalam memenuhi
kewajiban pelunasan hutang dan jaminan ini tidak dibatasi oleh sesuatu, baik
waktu atau keadaan tertentu.
B.
Kafalah
1.
Pengertian Kafalah
Kafalah menurut bahasa berarti menanggung.
Firman Allah Swt. Dalam Q.S Ali Imran
ayat 37 :
“......Dan Dia (Allah) menjadikan Zakarya sebagai penjamin (Maryam)”
Menurut istilah arti kafalah adalah
menanggung atau menjamin seseorang untuk dapat dihadirkan dalam suatu tuntutan
hukum di Pengadilan pada saat dan tempat yang ditentukan.
Sedangkan menurut Abdul Rahman Ghazaly dkk, Kafalah
menurut istilah didefinisikan oleh ulama sebagai berikut:
a.
Menurut Hasby Ash Shiddiqie
“Menggabungkan Dzimmah (tanggung
jawab) kepada dzimmah yang lain dalam penagihan”
b.
Menurut Madzhab Syafi’i
“Akad yang menetapkan hak pada
tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan
oleh orang yang berhak menghaadirkannya.”
c.
Menurut Hanafiyah
“Proses penggabungan tanggungan
kafiil menjadi tanggung ashiil dalam tuntutan /permintaan dengan materi atau
utang atau barang atau pekerjaan”.
Dari beberapa definisi di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa kafalah/dhamman adalah transaksi yang menggabungkan
dua tanggungan (beban) untuk memenuhi kewajiban baik berupa hutang, uang,
barang, pekerjaan, maupun badan.
2.
Dasar Hukum Kafalah
Dasar hukum kafalah Kafalah disyaratkan Allah SWT, terbukti dengan
firman-Nya, dalam Q.S yusuf ayat 72 : dan siapa yang dapat mengembalikan piala
raja, maka ia akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan Aku
menjamin terhadapnya".
Dalam sebuah riwayat juga dijelaskan, “Bahwa Nabi SAW. Pernah menjamin
sepuluh dinar dari seseorang laki-laki yang oleh penagih ditetapkan untuk
menagih sampai sebulan, maka hutang sejumlah itu dibayar kepada penagih” (HR.Ibnu
Majah).
Serta Sabda Rasulullah SAW :
“Penjamin adalah orang yang berkewajiban membayar”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
3.
Syarat dan Rukun Kafalah
Di dalam buku fiqih muamalat karya Abdul Rohman dkk, adapun syarat dan
rukun kafalah diantaranya :
a.
Kafiil, yang dimaksud adalah orang yang berkewajiban melakukan
tanggungan (makhful bihi). Orang yang bertindak sebagai kafiil diisyaratkan
adalah orang yang dewasa(baligh), berakal, berhak penuh untuk bertindak dalam
urusan hartanya, dan rela dengan kafalah. Kafiil tidak boleh orang gila dan
juga anak kecil. Sekalipun ia telah dapat membedakan sesuatu (tamyiz). Kafiil
juga dapat disebut dhamin (orang yang menjamin), zaim (penanggung jawab),
hamiil (orang yang menanggung beban berat) atau qobiil (orang yang menerima).
b.
Makful anhu (ashiil), yaitu orang yang berhutang. Yaitu orang yang
ditangggung. Tidak disyaratkan baligh, berakal, kehadiran, dan kerelaannya
dengan kafalah.
c.
Makhful lahu, yaitu orang yang memberi hutang (berpiutang). Disyaratkan
diketahui dan dikenal oleh orang yang menjamin. Hal ini supaya lebih mudah dan
disipln.
d.
Makhful bihi, yaitu sesuatu yang dijamin berupa orang atau barang atau
pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang yang keadaannya ditanggung
(ashiil/makhful anhu).
e.
Lafadz, yaitu lafal yang menunjukkan arti menjamin.
Dijelaskan oleh sayyid sabikh bahwa kafalah dapat dinyatakan sah dengan
melakukan lafal sebagai berikut : “aku menjamin si A sekarang”, “aku tanggung
atau aku jamin atau “aku tanggulangi atau aku sebagai penanggung untukmu”, atau
penjamin atau hakmu padaku atau aku berkewajiban”. Semua ucapan ini dapa
dijadikan sebagai pernyataan kafalah.
Apabila lafadz kafalah telah dinyatakan maka hal itu mengikat kepada
utang yang akan diselesaikan. Artinya, utang tersebut wajib dilunasi oleh
kafiil secara kontan atau kredit. Jika utang itu harus dibayar kontan si kafiil
dapat minta syarat penundaan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dibenarkan
berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh ibnu majah dari ibnu abas bahwa nabi
SAW., menanggung sepuluh dinar yang diwajibakan membayarnya selama satu bulan,
beliau melakukannya.
Menurut mazhab Hanafi bahwa rukun kafalah adalah satu, yaitu ijab dan
qabul (al-Jaziri,1969:226).
Sedangkan menurut para ulama yang lain bahwa rukun dan syarat kafalah
adalah sebagai berikut :
a.
Dhamin, Kafil atau Zaim, yaitu orang yang menjamin, dimana ia
disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya
(mahjur) dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
b.
Madmun lah, yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa yang
berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin.
c.
Madmun ‘anhu atau makful ‘anhu adalah orang yang berutang.
d.
Madmun bih atau makful bih adalah utang, barang atau orang, disyaratkan
pada makful bih dapat diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun
akan tetap.
e.
Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak
digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara
4.
Macam-macam Kafalah
Kafalah terbagi menjadi dua macam, yaitu kafalah jiwa dan kafalah harta.
Kafalah jiwa dikenal pula dengan sebutan dhammul
wajhi (tanggungan muka), yaitu adanya kewajiban bagi penanggung untuk
menghadirkan orang yang ditanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makful
lahu). Seperti ucapan :”Aku jamin dapat mendatangkan Ahmad dalam
persidangan nanti”. Ketentuan ini boleh selama menyangkut hak manusia, namun
bila sudah berkaitan dengan hak-hak Allah tidak sah kafalah, seperti menanggung
/ mengganti dari had zina, mencuri dan qishas.
5.
Berakhirnya Kafalah
Kafalah berakhir apabila kewajiban dari penanggung sudah dilaksanakan
dengan baik atau si makful lahu membatalkan akad kafalah karena merelakannya.
C.
Hikmah Dhaman dan Kafalah
Hikmah yang dapat diambil dari
kafalah adalah sebagai berikut:
1.
Adanya unsur tolong menolong antar sesama manusia.
2.
Orang yang dijamin (ashiil) terhindar dari
perasaan malu dan tercela.
3.
Makful lahu akan terhindar dari unsur penipuan.
Sedangkan Hikmah dhaman sebagai
berikut:
1.
Munculnya rasa aman dari peminjam (penghutang).
2.
Munculnya rasa lega dan tenang dari pemberi hutang
3.
Terbentuknya sikap tolong menolong dan persaudaraan
4.
Menjamin akan mendapat pahala dari Allah SWT.
BAB III
KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan diatas,
dapat diambil kesimpulan bahwa Dhammandari segi istilah adalah suatu ikrar
atau lafadz yang disampaikan berupa perkataan atau perbuatan untuk menjamin
pelunasan hutang seseorang. Sedangkan Kafalah adalah menanggung atau menjamin
seseorang untuk dapat dihadirkan dalam suatu tuntutan hukum di Pengadilan pada
saat dan tempat yang ditentukan.
Hukum dhamman boleh dan sah dalam
arti diperbolehkan oleh syariat Islam, selama tidak menyangkut kewajiban yang
berkaitan dengan hak-hak Allah.Rukun Dhamman antara lain:Penjamin (damin), Orang yang dijamin hutangnya
(mahmu ‘anhu), Penagih yang mendapat jaminan, Lafal atau ikrar.
Dengan adanya kafalah hikmah yang dapat diambil dari kafalah adalah
sebagai berikut:Adanya unsur tolong menolong antar sesama manusia.Orang yang
dijamin (ashiil) terhindar dari perasaan malu dan tercela. Makful
lahu akan terhindar dari unsur penipuan.Sedangkan Hikmah dhaman sebagai
berikut:Munculnya rasa aman dari peminjam (penghutang).Munculnya rasa lega dan
tenang dari pemberi hutang. Terbentuknya sikap tolong menolong dan
persaudaraan.Menjamin akan mendapat pahala dari Allah Swt.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Siswa Fiqih Kurikulum 2013 Madrasah Aliyah
Kelas 10.pdf
http://nuranifitriana1998.blogspot.co.id/2014/04/makalah-dhaman.htm
http://syafrudinarief.blogspot.co.id/2013/04/telaah-fiqh-wakalah-sulhu-dhaman-dan.html.
Rahman,
Abdul. Ghazaly dkk. 2012. Fiqih Muamalat. Jakarta: kencana Prenada media
grup.
http://agenmakalah.blogspot.com/2016/09/makalah-tentang-dhaman-dan-kafalah.html
http://mtutialliatul.blogspot.com/2016/05/dhamman-dan-kafalah.html
No comments:
Post a Comment