DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Nafsu
B.
Akal
C.
Qolbu
D.
Membandingkan Kedudukan Nafsu, Akal Dan
Qalbuu
E.
Perilaku Orang Yang Memiliki Nafsu, Akal Dan Qalbu
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PISTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Manusia diciptakan dibumi ini melainkan disuruh
hanya untuk beribadah. Manusia juga diciptakan dalam bentuk paling bagus dan
sempurna serta mempunyai dua sifat yaitu akal dan nafsu. Jika akal yang menang
maka manusia itu akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki, akan tetapi jika
nafsu itu menang dan akal kalah maka yang terjadi adalah kekacauan, kerancauan
yang kesemuannya itu bersifat negative serta cuma akan mendapatkan kebahagian
yang semu atau kebohongan kebahagiaan.
Manusia dilahirkan juga memiliki
potensi-potensi bawaan yaitu akal, nafs, qalb. Akal berfungsi untuk mengetahui
hakekat segala sesuatu. Kemudian nafs adalah dorongan atau hasrat untuk
melakukan sesuatu baik itu buruk atau baik. Sedangkan qalb berperan sebagai mukhathab
(pihak yang diajak bicara), yang bisa merasakan kesusahan, bisa merasakan
akibat dan bisa dituntut.
Dalam makalah penulis ini akan mencoba membahas
mengenai nafsu, akal dan qolbu
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian nafsu?
2.
Apa saja tingkatan nafsu?
3.
Apa pengertian akal?
4.
Apa pengertian qolbu?
C.
Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui :
1.
Pengertian nafsu
2.
Tingkatan nafsu
3.
Pengertian akal?
4.
Pengertian qolbu?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Nafsu
1. Pengertian
Nafsu
Kata nafsu bahasa
berasal dari bahasa Arab, Nafsun (kata
mufrad) jama’nya: anfus atau
Nufusun dapat diartikkan ruh,
nyawa, tubuh dari seseorang, darah, niat, orang dan kehendak atau keinginan
(kecenderungan, dorongan) hati yg kuat.
Secara istilah nafsu,
adalah laṭhīfah/ sesuatu yang lembut pada diri
seseorang yang mnimbulkan keinginan seseorang atau dorongan-dorongan hati yang
kuat untuk memuaskan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun rohani.
Misalnya keinginan makan, minum, disanjung dihargai dan sebagainya. Karena itu
sering disebut dengan hawa nafsu.
Adapun pengertian
hawa nafsu adalah sesuatu yang disenangi oleh jiwa kita baik bersifat jasmani
maupun nafsu yang bersifat maknawi. Nafsu yang bersifat jasmani yaitu sesuatu
yang berkaitan dengan kebutuhan tubuh kita seperti makanan, minum, dan
kebutuhan biologis lainnya. Nafsu yang bersifat maknawi yaitu, nafsu yang
berkaitan dengan kebutuhan rohani seperti, nafsu ingin diperhatikan orang lain,
ingin dianggap sebagai orang yang paling penting, paling pinter, paling
berperan, paling hebat, nafsu ingin disanjung dan lain-lain. Nafsu dalam
pengertian seperti ini dalam kondisi tertentu dibutuhkan bagi kehidupan
manusia, namun harus dikendalikan dengan baik agar tidak mengakibatkan pengaruh
buruk / negatif bagi manusia. Nafsu yang telah terkendali akan menimbulkan
ketenangan jiwa.
2. Tingkatan
Nafsu
Ketika kita menelaah
ayat-ayat al-Quran, kita temukan ayat-ayat tersebut menunjukkan berbagai
keadaan jiwa manusia dan menamainya dengan nama-nama yang berbeda yang
mencerminkan tingkatan kondisi jiwa/nafsu , yaitu sebagai berikut:
a.
Nafsu
ammārah.
Diambil dari Ayat
al-Qur’an Surat Yusuf: 53
* !$tBur äÌht/é& ûÓŤøÿtR 4 ¨bÎ) }§øÿ¨Z9$# 8ou$¨BV{ Ïäþq¡9$$Î/ wÎ) $tB zOÏmu þÎn1u 4 ¨bÎ) În1u Öqàÿxî ×LìÏm§ ÇÎÌÈ
Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan),
Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu
yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
penyanyang. (QS. Yusuf:53)
Nafsu ini
memerintahkan seseorang kepada keburukan, dan apabila ia mengajak kepada
kebaikan, sesungguhnya di balik kebaikan itu menyimpan maksud yang buruk, maka
hasil akhirnya juga buruk. Maka setiap keinginan nafsu harus dicurigai, tidak
boleh begitu saja menerima.
b.
Nafsu
Lawwāmah;
Berdasarkan ayat
al-Qur’an Surat al-Qiyāmah 2 :
Iwur ãNÅ¡ø%é& ħøÿ¨Z9$$Î/ ÏptB#§q¯=9$# ÇËÈ
Dan
aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (QS
Al-Qiyāmah: 2)
Yang dimaksud dengan
an-nafs al-lawwāmah adalah jiwa orangMukmin yang mencelanya di dunia atas
kemaksiatan, memandang berat ketaatan, dan memberinya manfaat pada Hari Kiamat.
Ketika seseorang memerangi nafsu ini dan ditekan terus supaya nafsu ini ikut
kepada suatu yang benar menurut syari’at ,maka seorang pun takkan mampu mengalahkan
nafsu ini. Kemudian nafsu ini akan kembali ke pemiliknya dengan dicela-cela
dirinya.
c.
Nafsu
Muṭmainnah:
Diambil dari Ayat
al-Qur’an Surat Al-Fajr 27-28.
$pkçJr'¯»t ߧøÿ¨Z9$# èp¨ZÍ´yJôÜßJø9$# ÇËÐÈ ûÓÉëÅ_ö$# 4n<Î) Å7În/u ZpuÅÊ#u Zp¨ÅÊó£D ÇËÑÈ
Hai
jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hatiyang puas lagi
diridhai-Nya. (QS Al-Fajr 27-28).
An-Nafs al-muṭhmainnah adalah yang senang kepada
Tuhannya dan ridha terhadap apa yang diridhai-Nya. Disifatinya jiwa itu dengan
rādḥiyah (ridha), karena ketenangannya
kepada Tuhannya mendatangkan keridhaannya atas apa yang telah menjadi takdir
dan qadha. Dengan demikian, bencana tidak membuatnya marah dan kemaksiatan
tidak membuatnya berpaling. Apabila hamba ridha kepada Tuhannya maka Tuhan pun
ridha kepadanya. Oleh karena itu, firman-Nya: raḍhiyah
(ridha) diikuti dengan firman-Nya: marḍhiyyah
(diridhai).
3. Dalil naqli tentang nafsu
Di samping ayat
tersebut di atas, masih banyak ayat al-Quran sebagai dalil naqli yang
menjelaskan tentang nafs, antara lain dengan menggunakan kata “Hawā”;
Allah
SWT. berfirman:
bÎ*sù óO©9 (#qç7ÉftFó¡o y7s9 öNn=÷æ$$sù $yJ¯Rr& cqãèÎ7Ft öNèduä!#uq÷dr& 4 ô`tBur @|Êr& Ç`£JÏB yìt7©?$# çm1uqyd ÎötóÎ/ Wèd ÆÏiB «!$# 4 cÎ) ©!$# w Ïöku tPöqs)ø9$# tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÎÉÈ
Maka jika mereka tidak menjawab
(tantanganmu) Ketahuilah bahwa Sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa
nafsu mereka (belaka). dan siapakah yang
lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat
petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zalim. (QS Al-Qaṣaṣ :50)
B.
Akal
1. Pengertian
Akal
Kata akal berasal dari kata dalam bahasa Arab, al-‘aql. Kata al-‘aql adalah maṣdar dari kata ‘aqala – ya’qilu – ‘aqlan
yang maknanya adalah “fahima wa tadabbara” yang artinya “dia paham (tahu, mengerti) dan
memikirkan (menimbang)”. Maka al-‘aql, sebagai maṣdar dari kata kerja ‘aqala, maknanya
adalah kemampuan memahami dan memikirkan sesuatu. Sesuatu itu bisa ungkapan,
penjelasan, fenomena, dan lain-lain, semua yang ditangkap oleh panca indra. Secara
etimologis akal juga memiliki arti menahan (al-imsāk), ikatan (ar-ribāṭh), menahan (al-ḥajr), melarang (an-nahy) dan mencegah
(al-man’u).
Dengan makna ini,
maka yang dinaksud dengan orang berakal adalah orang yang mampu menahan dan
mengikat hawa nafsunya.
Sedangkan, menurut
Istilah akal adalah sesuatu yang halus
(laṭifah) yang mempunyai daya kemampun untuk
memperoleh, menyimpan dan mengeluarkan pengetahuan. Akal dengan demikian memiliki fungsi
kognisi, yaitu untuk memperhatikan, memikirkan, menjelaskan, mempertimbangkan
semua fenomena yang ditangkap oleh panca indra sehingga dapat berpendapat,
berimajinasi, menilai dan sebagainya.
2. Dalil Naqli tentang Akal
Dikatakan di dalam
Al-Qur’an:
óOn=sùr& (#rçÅ¡o Îû ÇÚöF{$# tbqä3tGsù öNçlm; Ò>qè=è% tbqè=É)÷èt !$pkÍ5 ÷rr& ×b#s#uä tbqãèyJó¡o $pkÍ5 ( $pk¨XÎ*sù w yJ÷ès? ã»|Áö/F{$# `Å3»s9ur yJ÷ès? Ü>qè=à)ø9$# ÓÉL©9$# Îû ÍrßÁ9$# ÇÍÏÈ
Maka
Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang
dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka
dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS.al-ḥajj/22:46)
Dari ayat ini
dijelaskan bahwa al-’aql itu ada di dalam al-qalbu. Ia dapat memahami dan
memikirkan (ya’qilu) dengan menggunakan al-qalbu.
¨bÎ) Îû y7Ï9ºs 3tò2Ï%s! `yJÏ9 tb%x. ¼çms9 ë=ù=s% ÷rr& s+ø9r& yìôJ¡¡9$# uqèdur ÓÎgx© ÇÌÐÈ
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
peringatanbagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan
pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (QS. Qaf: 37)
Dalam ayat ini qalbu
bermakna akal, dalam arti hati itulah yang dipakai untuk memikirkan suatu
kejadian dan menjadikannya sebagai pelajaran dalam kehidupan manusia.
C.
Qalbu
1. Pengertian
Qolbu
Qalbu secara bahasa
artinya membalik. Dalam konteks ini hati disebut qalbu karena siafat hati yang
selalu berubah-ubah dan membolak-balik keadaan. Kadang sedih, gembira, sebentar
senang lalu benci dan seterusnya. Tidak ada jaminan hati selalu tetap. Allah
lah yang membolak-balik hati manusia. Karena tu jika dalam hati muncul
keinginan yang baik maka segeralah laksanakan jangan ditunda-tunda sebelum
keinginan itu berubah.
Qalbu juga disebut
hati. Hati ada dua pengertian, yakni hati dalam arti daging dan hati dalam arti
sesuatu yg halus, bersifat ketuhanan. Hati dalam arti daging adalah sebuah
organ tubuh yang tersimpan dan terlindung tulang belulang yg berada didada
disebelah kiri manusia. Pada daging hati terdapat lubang dan jaringan yg halus.
Didalam lubang (rongga) terdapat pula darah hitam yg menjadi sumber roh. Makna
lain dari hati ialah merupakan sesuatu yg halus, rabbaniyah (ketuhanan),
ruhaniyah (kerohanian) dan terkait dengan hati jasmani (ditubuh kita).
Hati halus merupakan
hakikat manusia. Hati dalam pengertian sesuatu halus dan kerohanian inilah yg
mampu mengenal diri sendiri dan yg menjadi subyek pembicaraan (khithab),
disiksa, dicela dan dituntut oleh Allah. Kondisi hati memiliki kaitan dengan
jasmani yg menentukan sifat serta watak manusia yg tampak secara lahiriah.
Karena itu hati yang sedang marah, sedih, gembira dan sebagainya akan memancar
ke luar dan tampak pada wajah atau wujud dalam bahasa tubuh seseorang.
2. Dalil naqli tentang qalbu
Surat Muhammad ayat 16:
Nåk÷]ÏBur `¨B ßìÏJtGó¡o y7øs9Î) #Ó¨Lym #sÎ) (#qã_tyz ô`ÏB x8ÏYÏã (#qä9$s% tûïÏ%©#Ï9 (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# #s$tB tA$s% $¸ÿÏR#uä 4 y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# yìt6sÛ ª!$# 4n?tã öNÍkÍ5qè=è% (#þqãèt7¨?$#ur óOèduä!#uq÷dr& ÇÊÏÈ
Dan
di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu sehingga apabila
mereka keluar dari sisimu orang-orang Berkata kepada orang yang Telah diberi
ilmu pengetahuan (sahabat-sahabat Nabi): “Apakah yang dikatakannya tadi?”
mereka Itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan
mengikuti hawa nafsu mereka.
Dalam ayat ini hati
dengan makna sesuatu yang mampu mempertimbangkan sehimgga bersikap menerima
atau menolak suatu ajaran.
Nabi Muhammad saw bersabda:
Artinya : ”Sesungguhnya dalam diri manusia terdapat segumpal daging. Jika gumpalan
daging itu bagus maka akan baguslah seluruh anggota tubuh. Jika gumpalan daging
itu rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuh”. (HR. Bukhari).
Ayat dan hadiṣ ini menunjukkan bahwa kedudukan hati
manusia sangat pentig. Ia menjadi sentral yang berfungsi mengendalikan prilaku
lahir, penentu baik dan buruknya seseorang. Karena itu kelak di akhirat manusia
yang selamat adalah yang yang menghadap Allah dengan hati dalam kondisi
“saliim”. Yaitu hati yang selamat dari penyakit, bersih dan baik.
D.
Membandingkan Kedudukan Nafsu, Akal Dan
Qalbuu
Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa nafsu, akal
dan qalbu memiliki makna serupa, yaitu susuatu yang lembut/ laṭifah.
Sesuatu yang tidakbisa diindra namun mempunyai daya pengaruh penentu
baik-buruknya seseorang.Sehingga jika hati baik maka prilaku anggota lahirpun
akan baik. Jika hati burukmaka prilaku anggota lahirpun buruk.
Kedudukan antara hati
dengan anggota badan ibarat seperti raja dengan rakyatnya. Akal ibarat
menterinya, dan nafsu polisinya/ tentara. Jika polisi bertindak tidak mengikuti
perintah raja dan pertimbangan menteri maka akan melahirkan perbuatan melenceng
dari semestinya, dan semena-mena.
Demikian juga nafsu
kesenangan jika dilepaskan dari petunjuk akal dan arahan hati maka akan
melahirkan prilaku tercela dan merugikan. Nafsu diciptakan Allah SWT. bagi
manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Manusia diberi nafsu makan, minum,
seksual dan sebagainya agar anggota badan bisa berfungsi dan sehat serta
melangsungkan keturunan. Demikian juga diberi nafsu marah agar dapat menjaga
kehidupan dan harga dirinya. Manusia tidak bisa lepas dari nafsu, karena dengan
nafsu manusia bisa bertahan hidup, dan dengan menggunakan nafsu juga manusia
beramal ibadah. Karena itu nafsu tidak boleh dihilangkan sama sekali, juga
tidak boleh dibebaskan sebebas-bebasnya. Namun penggunaannya nafsu mesti harus
sesuai dengan petunjuk akal dan pertimbangan hati. Nafsu tidak boleh menguasai
seseorang.
Dengan akal seseorang
mampu mendapatkan ilmu pengetahuan, menemukan kebenaran dan kesalahan,
membedakan kebaikan dan keburukan, menghitung kemasahatan dan kemadlaratan.
Namun untuk menentukan tindakan benar dari yang salah, baik dari yang buruk,
dan maslahah dari yang mafsadah maka perlu pertimbangan hati yang jernih.
Karena itu tugas setiap orang adalah bagaimana menjaga hati selalu dalam
kondisi jernih, bersih dan bebas dari kotoran. Orang seperti inilah yang
beruntung dunia-akhirat, sebagaimana penjelasan surat al-Syamsy ayat 9-10:
Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, 10. Dan Sesungguhnya merugilah
orang yang mengotorinya.(
QS. Asyamsy:9-10)
Setiap perbuatan
maksiat atau dosa seseorang akan berdampak bekas hitam pada hati. Jika
kemaksiatan tersebut berlangasung terus-menerus maka hati benarbenar menjadi
hitam pekat. Jika hati menjadi hitam maka tidak bisa menerima kebenaran, sulit
mengendalikan hawa nafsu dan berat untuk melakukan kebajikan. Hati seperti
inilah yang digambarkan Allah sebagai hati yang terkunci dan buta.
Sekali-kali tidak
(demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati
mereka.(QS. al-Muṭhaffifin: 14).
Orang yang hanya
menuruti kesenangan hawa nafsunya, akan serakah dan tidak akan merasa puas.
Inilah sumber malapetaka. Ia akan mudah jatuh kepada kemaksiatan dan dosa.
Sedangkan orang yang banyak dosa hatinya menjadi kotor, hitam dan tertutup.
Hati yang tertutup akan tumpul tidak peka terhadap perasaan dan kebenaran,
sehingga menyebabkan jauh dari Allah SWT. Orang yang berbuat dosa juga
disebabkan kebodohan dan tidak mau menggunakan akal sehatnya. Orang yang tidak
menggunakan akal sehatnya mudah sekali melakukan kesalahan dan dosa. Dengan
demikian jelaslah hubungan antara nafsu, akal dan
hati dalam kehidupan
ini. Satu sama lain serupa dan saling terkait. Maka orang yang beruntung adalah
mereka yang mampu mengendalikan nafsunya dengan akal yang sehat dan hati yang
jernih. Sedangkan nafsu yang terkendali akan memancar ke angota badan sehingga
membuahkan prilaku akhlakul karimah.
E.
Perilaku Orang Yang Memiliki Nafsu, Akal Dan Qalbu
Dengan
memahami ajaran Islam mengenai nafsu. Akal dan hati, maka seharusnya kita
memiliki sikap sebagai berikut:
1.
Dalam
kehidupan sehari hari hendaknya tidak menuruti kesenangan nafsu, sebab
kesenangan nafsu selalu berakhir penyesalan bahkan kehancuran, sekalipun kadang
berwujud kebaikan.
2.
Selalu
mengasah kecerdasan, menggunakan akal untuk mempertimbangkan semua hal yang
akan kita lakukan. Pertimbangkan untung ruginya, baik buruknya, dan dampak
maslahah madlorotnya.
3.
Setiap
hari hendaknya ada tambahan ilmu yang masuk dalam akal kita terutama ilmu
agama, yaitu ilmu yang berkaitan dengan aturan Allah dalam setiap yang akan
kita lakukan. Kemudian memastikan apa yang kita laukan tidak keluar dari aturan
Allah tersebut.
4.
Hendaknya
mengasah ketajaman perasaan, dan kepekaan hati agar hati nurani kita berfunfsi
dengan baik. Yaitu hati bisa mengendalikan pikiran dan nafsu dalam setiap tindakan.
BAB III
KESIMPULAN
Secara
istilah nafsu, adalah laṭhīfah/ sesuatu yang lembut pada diri
seseorang yang mnimbulkan keinginan seseorang atau dorongan-dorongan hati yang
kuat untuk memuaskan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun rohani.
Tingkatan nafsu ada 3 yaitu ammarah, lawwamah dan muthmainnah.
menurut
Istilah akal adalah sesuatu yang halus
(laṭifah) yang
mempunyai daya kemampun untuk memperoleh, menyimpan dan mengeluarkan
pengetahuan.
Akal dengan demikian memiliki fungsi kognisi, yaitu untuk memperhatikan,
memikirkan, menjelaskan, mempertimbangkan semua fenomena yang ditangkap oleh
panca indra sehingga dapat berpendapat, berimajinasi, menilai dan sebagainya.
hati
atau qolbu ialah merupakan sesuatu yg halus, rabbaniyah (ketuhanan), ruhaniyah
(kerohanian) dan terkait dengan hati jasmani (ditubuh kita).
Kedudukan
antara hati dengan anggota badan ibarat seperti raja dengan rakyatnya. Akal
ibarat menterinya, dan nafsu polisinya/ tentara. Jika polisi bertindak tidak
mengikuti perintah raja dan pertimbangan menteri maka akan melahirkan perbuatan
melenceng dari semestinya, dan semena-mena.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment