DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tarekat
B. Tarekat Rifa’iyah
1.
Tokoh dan
Sejarah Berdirinya
2.
Ajaran
Tarekat Rifaiyah
3.
Wirid dan Amalan Tarekat Rifa’iyah
C. Tarekat
Syathtariyah
1.
Tokoh dan Sejarah Berdirinya
2.
Ajaran Tarekat Syathtariyah
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tasawuf yang dikembangakan
sebagai pengalaman spiritual oleh para ahlinya, adalah penerapan praktis dan
perilaku Islam yang sebenarnya, yaitu Islam sebagai penyerahan diri secara
total kepada Tuhan semesta alam. Tasawuf menempati posisi sentral di antara
tiga aspek dasar Islam: tauhid, syari’at, dan akhlak. Jika hakekat misi Islam
adalah penyempurnaan akhlak dan moral, seperti dilukiskan dalam salah satu
hadits Nabi Saw., pelestarian tasawuf, merupakan pelestarian Islam itu sendiri.
Untuk mendekatkan diri pada Tuhan
maka harus menempuh jalan ikhtiar, salah satu jalan ikhtiar yaitu dengan
mendalami lebih jauh ilmu tasawuf. Untuk mengetahui sesuatu maka pasti ada
ilmunya, banyak dikalangan orang awam yang kurang mengetahui tentang ilmu
mengenal Tuhan (Tarekat). pengertian tentang tarekat yaitu,Tariqah adalah
khazanah kerohanian (esoterisme), dalam Islam dan sebagai salah satu pusaka
keagamaan yang terpenting. Karena dapat
mempengaruhi perasaan dan pikiran kaum muslimin serta memiliki peranan yang
sangat penting dalam proses pembinaan mental beragama masyarakat. Masuknya
tarekat ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ketika wilayah Nusantara
masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui perdagangan dan kegiatan dakwah.
B.
Rumusan Masalah
1. Siapa tokoh pendiri tarekat Rifa’iyah dan
Syatiriyah?
2. Bagaimana sejarah berdirinya tarekat Rifa’iyah
dan Syatiriyah?
3. Apa pokok ajaran tarekat Rifa’iyah dan
Syatiriyah?
C.
Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tokoh pendiri, sejarah
dan pokok ajaran tarekat Rifa’iyah dan Syatiriyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tarekat
Asal kata
“tarekat” dalam bahasa arab yaitu “thariqah” yang berarti jalan, keadaan,
aliran, atau garis pada sesuatu. Menurut istilah tasawuf, tarekat berarti
perjalanan seorang salik (pengiku tarekat) menuju Tuhn dengan cara mensucikan
diri atau perjalanan yang harus ditempuh secara rohani, maknawi oleh seseorang
untuk dapa mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah SWT.
Menurut
Syekh Amin al-Khurdi tarekat ialah cara mengamalkan syaria dan menghayati inti
syariat itu dan menjauhkan diri dari hal-hal yang bias melalaikan pelaksanaan
dan inti serta ujuan syariat.
B.
Tarekat
Rifa’iyah
1.
Tokoh dan Sejarah
Berdirinya
Tarekat Rifa'iyah pertama kali
muncul dan berkembang luas di wilayah Irak bagian selatan, didirikan oleh Abul
Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa'i. Beliau lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah pada
tahun 500 H / 1106 M. Sumber lain ada juga yang menyebukan beliau
lahir pada tahun 512 H / 1118 M. Abu Bakar Aceh dalam bukunya
Pengantar Ilmu Tarekat menulis bahwa Abul Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa'i
menghabiskan hampir seluruh hidupnya di wilayah Irak bagian selatan. Ketika
berusia tujuh tahun ayahnya meninggal dunia, kemudia beliau diasuh oleh
pamannya Mansur al-Bathaihi, seorang syekh tarekat.
Selain berguru kepada
pamannya Mansur al-Bathaihi beliau juga belajar pada pamannya Abu al-Fadl
Ali al-Wasiti, terutama tentang mazhab fikih Imam Syafi'i, sehingga pada usia
21 tahun beliau telah berhasil memperoleh ijazah dan khirqah sembilan dari
pamannya, sebagai pertanda telah mendapat wewenang untuk mengajar pula. John L Esposito dalam Ensiklopedia Oxford Dunia Islam Modern
menuliskan bahwa garis keturunan ar-Rifa'i sampai kepada Junaid al-Baghdadi
(wafat 910 M) dan Sahl al-Tustari (wafat 896 M).
Pada tahun 1145 ar-Rifa'i menjadi
syekh tarekat ini, ketika pamannya (syekhnya juga) menunjuk ar-Rifa'i sebagai
penggantinya. Kemudian beliau mendirikan pusat tarekat sendiri di Umm Abidah,
sebuah desa di Distrik Wasit, tempat beliau wafat.
Tarekat Rifa'iyah berbeda dengan
Organisasi Kemasyarakatan Rifa'iyah yang ada di Indonesia. Ormas Rifa'iyah
didirikan oleh Syekh Haji Ahmad ar-Rifa'i al-Jawi bin Muhammad bin Abi Sujak
bin Sutjowijoyo, yang lahir pada 9 Muharam 1200 H / 1786 M di Desa Tempuran
Kabupaten Kendal, terakhir dianugerahi Pahlawan Nasional oleh Pemerintahan SBY.
Tarekat Rifa'iyah yang juga
merupakan tarekat sufi Sunni ini memainkan peran penting dalam pelembangan
sufisme. Di bawah bimbingan ar-Rifa'i tarekat ini tumbuh subur, sehingga dalam
tempo yang tidak terlalu lama tarekat ini berkembangan luas keluar Irak, di antaranya
ke Mesir dan Suriah. Hal ini disebabkan murid-murid tarekat ini menyebar ke
seluruh kawasan Timur Tengah.
Perkembangan berikutnya Tarekat
Rifa'iyah sampai ke kawasan Anatolia di Turki, Eropa Timur, Kaukasus dan
wilayah Amerika Utara. Para murid Rifa'iyah membentuk cabang-cabang baru di
tempat-tempat tersebut, alhasil jumlah cabang Tarekat Rifa'iyah meningkat
dengan sistem syekh turun-temurun.
Tarekat Rifa'iyah juga sampai
tersebar ke Indonesia, seperti di Aceh (terutama di bagian barat dan utara), di
Jawa, Sumatera Barat dan Sulawesi. Namun di daerah Aceh tarekat ini lebih
dikenal dengan sebutan Rafai, yang berarti "tabuhan rebana" berasal
dari perkataan pendiri dan penyiar tarekat Rifa'iyah sendiri.
Walaupun Tarekat Rifa'iyah terdapat
di tempat-tempat lain, namun menurut Esposito tarekat ini paling signifikan
berada di Turki, Eropa Tenggara, Mesir, Palestina, Suriah, Irak dan Amerika
Serikat. Pada akhir masa kekuasaan Turki Usmaniyah (Ottoman), Rifa’iyah
merupakan tarekat penting, keanggotaannya meliputi tujuh persen dari jumlah
orang yang masuk sufi di Istanbul.
2.
Ajaran
Tarekat Rifaiyah
Dalam beberapa cabang, pengikut
Rifa'iyah harus mengasingkan diri dan melakukan penyendirian spiritual
(khalwat). Praktik ini biasanya dilakukan paling sedikit selama satu minggu
pada awal Muharam.
Menurut Sayyid Mahmud Abul al-Faidl
al-Manufi, Tarekat Rifa'iyah mempunyai tiga ajaran dasar, yaitu:
a.
Tidak meminta sesuatu
b.
Tidak menolak
c.
Tidak menunggu
Sementara menurut asy-Syarani,
tarekat ini menekankan pada ajaran asketisme (zuhud) dan ma'rifat (puncak
tertinggi dalam ajaran tasawuf).
Dalam pandangan Syekh ar-Rifa'i,
sebagaimana diriwayatkan asy-Syarani, asketisme merupakan landasan
keadaan-keadaan yang diridhai dan tingkatan-tingkatan yang disunahkan.
Asketisme adalah langkah pertama seseorang menuju kepada Allah, mendapat ridha
dari Allah dan bertawakkal kepada Allah. Menurut Syekh ar-Rifa'i "Barang
siapa belum menguasai landasan kezuhudan, langkah selanjutnya belum lagi
benar". Mengenai ma'rifat Syekh ar-Rifa'i berpendapat bahwa penyaksian
adalah kehadiran dalam makna kedekatan kepada Allah disertai ilmu yakin dan
terbukanya hakikat realitas-realitas secara benar-benar yakin. Menurutnya,
cinta mengantar rindu dendam, sedangkan ma'rifat menuju kefanaan ataupun ketiadaan
diri.
Irhamni, MA dalam tulisannya mengenai
Syekh ar-Rifa'i mengungkapkan bahwa pendiri Tarekat Rifa'iyah ini semasa
hidupnya pernah mengubah sebuah puisi bertema "Cinta Ilahi" yang
bunyinya : "Andaikan malam menjelang, begitu gairah kalbuku mengingat-Mu.
Bagai merpati terbelenggu atau meratap tanpa jemu. Di atasku awan menghujani
derita dan putus asa. Di bawahku lautan menggelora/kecewa. Tanyalah atau
biarkanlah mereka bernyawa. Bagaimana tawanan-Nya bebaskan tawanan lainnya,
sementara dia dipercaya tanpa-Nya dan dia tidak terbunuh, kematian itu istirah
baginya. Bahkan dia tidak dapat mati sampai bebas karenanya". Syair di
atas merupakan salah satu bentuk asketisme yang dilakukan oleh Syekh Ahmad
Rifa'i dalam mencapai hakikat tertinggi mengenal Allah, yaitu tingkat ma'rifat.
3.
Wirid dan Amalan Tarekat Rifa’iyah
Ciri khas Tarekat Rifa'iyah terletak
pada dzikirnya yang disebut dengan darwis melolong, karena dilakukan
bersama-sama dengan diiringi suara gendang bertalu-talu. Dzikir itu dilakukan
sampai mencapai suatu keadaan dimana mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan
yang menakjubkan, seperti berguling-guling dalam bara api, tetapi mereka tidak
terbakar sedikit pun.
Menurut John L Esposito, sebagian
kaum Rifa'iyah terkenal karena mengikuti praktik upacara, seperti menusuk kulit
dengan pedang dan makan kaca. Hal ini menyebar bersama Tarekat Rifa'iyah sampai
ke Kepulauan Melayu. Namun saat ini praktik seperti itu tidak lagi dilakukan,
karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Di Sumatera para pengikut Rifa'iyah
ini memainkan dabus, yaitu menikam diri dengan senjata tajam, diiringi dengan
dzikir-dzikir tertentu. Dalam bahasa Arab Dabus artinya "besi yang
tajam". Christian Snouck Hurgronye dalam De Acehers mengatakan bahwa
dabus dan rabana yang sering dimainkan di Sumatera ini sangat erat hubungannya
dengan Tarekat Rifa'iyah.
Dabus ini juga berkembang di daerah
Sunda, seperti diungkapkan C.Poensen dalam bukunya Het Daboes van Santri
Soenda. Di Sumatera Barat kesenian dabus ini dikenal dengan sebutan TABUIK,
tepatnya di daerah Padang Pariaman. Dalam Encyklopedia van Nederlandsch Oost
India, disebutkan bahwa perkembangan Tarekat Rifa'iyah ini bersama-sama dengan
permainan dabus.
C.
Tarekat Syathtariyah
1.
Tokoh dan Sejarah Berdirinya
Awalnya tarekat ini lebih dikenal
di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah,
kemudian berkembang ke di wilayah Turki Usmani, yang dikenal dengan
nama Bistamiyah. Selanjutnya pada abad ke-15 Tarekat
Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul
di India.
Nama tarekat ini dinisbatkan kepada Abdullah Syathar
(w.1429 M), tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya. Berikutnya
Tarekat Syaththariyah berkembang luas ke Tanah Suci (Mekah dan Medinah) dibawa
oleh Syekh Ahmad Al-Qusyasi (w.1661/1082) dan Syekh Ibrahim al-Kurani
(w.1689/1101). Dari dua ulama ini Takrekat Syathariyah diteruskan oleh Syekh
‘Abd al-Rauf al-Sinkili ke nusantara, kemudian dikembangkan oleh muridnya Syekh
Burhan al-Din ke Minangkabau.
Tarekat Syathariyah sesudah Syekh Burhan al-Din
berkembang pada 4 (empat) kelompok, yaitu; Pertama. Silsilah yang diterima dari
Imam Maulana. Kedua, Silsilah yang dibuat oleh Tuan Kuning Syahril Lutan
Tanjung Medan Ulakan. Ketiga, Silsilah yang diterima oleh Tuanku Ali Bakri di
Sikabu Ulakan. Keempat; Silsilah oleh Tuanku Kuning Zubir yang ditulis dalam Kitabnya
yang berjudul Syifa’ aI-Qulub.
Berdasarkan silsilah seperti tersebut di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa tarekat Syaththariyah di Minangkabau masih terpelihara
kokoh. Untuk mendukung ke1embagaan tarekat, kaum Syathariyah membuat lembaga
formal berupa organisasi sosial keagamaan Jamaah Syathariyah Sumatera Barat,
dengan cabang dan ranting-ranting di seluruh alam Minangkabau, bahkan di
propinsi – tetangga Riau dan jambi. Bukti kuat dan kokohnya kelembagaan tarekat
Syaththariyah dapat ditemukan wujudnya pada kegiatan bersafar ke makam Syekh
Burhan al-Din Ulakan.
2.
Ajaran Tarekat Syathtariyah
Adapun ajaran tarekat Syaththariyah yang berkembang di
Minangkabau sama seperti yang dikembangkan oleh ‘Abd al-Rauf al-Sinkili.
Masalah pokoknya dapat dikelompokkan pada tiga bagian, yaitu :
a.
Ketuhanan dan hubungannya dengan alam
Paham
ketuhanan dalam hubungannya dengan alam ini seolah-olah hampir sama dengan
paham Wahdat a1- Wujud, dengan pengertian bahwa Tuhan dan alam adalah satu
kesatuan atau Tuhan itu immanen dengan alam, bedanya oleh al-Sinkili ini
dijelaskannya dengan menekankan pada trancendennya Tuhan dengan alam. la
mengungkapkan wujud yang hakiki hanya Allah, sedangkan alam ciptaan-Nya bukan
wujud yang hakiki. Bagaimana hubungan Tuhan dengan alam dalam transendennya,
al-Sinkili menjelaskan bahwa sebelum Tuhan menciptakan alam raya (al- ‘a/am),
Dia selalu memikirkan (berta’akul) tentang diri-Nya, yang kemudian
mengakibatkan terciptanya Nur Muhammad (cahaya Muhammad). Dari Nur Muhammad itu
Tuhan menciptakan pola-pola dasar (a/ ‘ayan tsabitah), yaitu potensi dari semua
alam raya, yang menjadi sumber dari pola dasar luar (a/-‘ayan alkharijiyah)
yaitu ciptaan dalam bentuk konkritnya. Ajaran tentang ketuhanan al-Sinkili
di atas, disadur dan dikembangkan oleh Syekh Burhan al-Din Ulakan seperti yang
terdapat dalam kitab Tahqiq. Kajian mengenai ketuhanan yang dimuat dalam kitab
Tahqiq dapat disimpulkan pada Iman dan Tauhid. Tauhid dalam pengertian Tauhid
syari’at, Tauhid tarekat, dan Tauhid hakekat, yaitu tingkatan penghayatan tauhid yang tinggi.
b.
Insan Kamil atau manusia ideal
Insan kamil
lebih mengacu kepada hakikat manusia dan hubungannya dengan penciptanya
(Tuhannya). Manusia adalah penampakan cinta Tuhan yang azali kepada esensi-Nya,
yang sebenarnya manusia adalah esensi dari esensi-Nya yang tak mungkin
disifatkan itu. Oleh karenanya, Adam diciptakan Tuhan dalam bentuk rupa-Nya,
mencerminkan segala sifat dan nama-nama-Nya, sehingga “Ia adalah Dia.” Manusia
adalah kutub yang diedari oleh seluruh alam wujud ini sampat akhirnya. Pada
setiap zaman ini ia mempunyai nama yang sesuai dengan pakaiannya. Manusia yang
merupakan perwujudannya pada zaman itu, itulah yang lahir dalam rupa-rupa para
Nabi–dari Nabi Adam as sampat Nabi Muhammad SAW– dan para qutub (wali tertinggi
pada satu zaman) yang datang sesudah mereka. Hubungan wujud Tuhan dengan
insan kamil bagaikan cermin dengan bayangannya. Pembahasan tentang Insan KamiI
ini meliputi tiga masalah pokok: Pertama; Masalah Hati. Kedua Kejadian manusia
yang dikenal dengan a’yan kharijiyyah dan a’yan tsabitah. Ketiga; Akhlak,
Takhalli, tahalli dan Tajalli.
c.
Jalan kepada Tuhan (Tarekat)
Dalam hal
ini Tarekat Syaththariyah menekankan pada rekonsiliasi syari’at dan tasawuf,
yaitu memadukan tauhid dan zikir. Tauhid itu memiliki empat martabat, yaitu
tauhid uluhiyah, tauhid sifat, tauhid zat dan tauhid af’al. Segala martabat itu
terhimpun dalam kalimah 1a ilaha ilIa Allah. Oleh karena itu kita hendaklah
memesrakan diri dengan La ilaha illa Allah. Begitu juga halnya dengan zikir
yang tentunya diperlukan sebagai jalan untuk menemukan pencerahan intuitif
(kasyf) guna bertemu dengan Tuhan. Zikir itu dimaksudkan untuk mendapatkan
al-mawat al-ikhtiyari (kematian sukarela) atau disebut juga al-mawat al-ma’nawi
(kematian ideasional) yang merupakan lawan dari al mawat al-tabi’i (kematian
alamiah). Namun tentunya perlu diberikan catatan bahwa ma’rifat yang diperoleh
seseorang tidaklah boleh menafikan jalan syari’at.
BAB III
KESIMPULAN
Tarekat
Rifa'iyah pertama kali muncul dan berkembang luas di wilayah Irak bagian
selatan, didirikan oleh Abul Abbas Ahmad bin Ali ar-Rifa'i. Beliau lahir di
Qaryah Hasan, dekat Basrah pada tahun 500 H / 1106 M. Tarekat Rifa'iyah yang
juga merupakan tarekat sufi Sunni ini memainkan peran penting dalam pelembangan
sufisme.Tarekat Rifa'iyah menyebar ke tempat-tempat lain di luar Irak, namun
menurut Esposito tarekat ini paling signifikan berada di Turki, Eropa Tenggara,
Mesir, Palestina, Suriah, Irak dan Amerika Serikat. Tarekat Rifa'iyah mempunyai
tiga ajaran dasar yaitu tidak meminta sesuatu, tidak menolak dan tidak
menunggu.
Ciri
khas Tarekat Rifa'iyah terletak pada dzikirnya yang disebut dengan darwis
melolong, karena dilakukan bersama-sama dengan diiringi suara gendang bertalu-talu.
Dzikir itu dilakukan sampai mencapai suatu keadaan dimana mereka dapat
melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, seperti berguling-guling dalam
bara api, tetapi mereka tidak terbakar sedikit pun. Christian Snouck Hurgronye
dalam De Acehers mengatakan bahwa dabus dan rabana yang sering dimainkan di
Sumatera ini sangat erat hubungannya dengan Tarekat Rifa'iyah.
Tarekat
Syatiriyah pada awalnya lebih dikenal
di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan
nama Isyqiyah, kemudian berkembang ke di wilayah Turki Usmani, yang
dikenal dengan nama Bistamiyah. Selanjutnya pada abad ke-15 Tarekat
Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul
di India.
Nama
tarekat ini dinisbatkan kepada Abdullah Syathar (w.1429 M), tokoh yang
mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya. Berikutnya Tarekat Syaththariyah
berkembang luas ke Tanah Suci (Mekah dan Medinah) dibawa oleh Syekh Ahmad
Al-Qusyasi (w.1661/1082) dan Syekh Ibrahim al-Kurani (w.1689/1101). Dari dua
ulama ini Takrekat Syathariyah diteruskan oleh Syekh ‘Abd al-Rauf al-Sinkili ke
nusantara, kemudian dikembangkan oleh muridnya Syekh Burhan al-Din ke
Minangkabau. Adapun ajaran tarekat Syaththariyah adalah ketuhanan dan hubungannya dengan alam, Insan Kamil atau manusia ideal dan
Jalan kepada Tuhan (Tarekat)
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ponpeshamka.com/2015/11/mengenal-thariqat-tokoh-dan-ajarannya.html
http://nurhikmahnoviyanti26.blogspot.com/2016/06/tarekat.html
https://madrasahku.web.id/situs/detailmateri/48
http://mukhlissofyan.blogspot.com/2014/11/tarekat-syattaryyah.html
http://www.bacaanmadani.com/2018/03/tarekat-syattariyah-ajaran-tarekat.html
http://chokix99.blogspot.com/2014/06/makalah-tarekat.html
No comments:
Post a Comment