BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah
Nabi Muhammad SAW wafat, fungsi sebagai rasullah tidak dapat digantikan oleh
siapa pun manusia di dunia ini, karena pemilihan fungsi tersebut adalah mutlak
dari Allah SWT. Fungsi beliau sebagai kepala pemerintahan dan pemimpin
masyarakat harus ada yang menggantinya. Selanjutnya pemerintahan Islam dipimpin
oleh empat orang sahabat terdekatnya, kepemimpinan dari parasahabat Rasul ini
disebut periode Khulafaurrasyidin (para pengganti yang mendapatkan bimbingan ke
jalan lurus. Meskipun hanya berlangsung 30 tahun, masa Khalifah
Khulafaurrasyidin adalah masa yang penting dalam sejarah Islam.
Khulafaurrasyidin berhasil menyelamatkan Islam, mengkonsolidasi dan meletakkan
dasar bagi keagungan umat Islam.
Dalam makalah
ini akan dibahas mengenai salah satu khulafaurasyidin yaitu khalifah Abu Bakar
As Shiddiq, khusunya mengenai kebijakan dan strategi beliau ketika menjadi
khalifah.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana biografi khalifah
Abu Bakar As Shiddiq?
2.
Apa saja kebijakan dan
strategi yang diambil oleh khalifah Abu Bakar As Shiddiq
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui biografi
khalifah Abu Bakar As Shiddiq.
2.
Untuk mengetahui kebijakan
dan strategi yang diambil oleh khalifah Abu Bakar As Shiddiq.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Abu Bakar As Shiddiq
Abu Bakar assidiq lahir pada tahun 572 M dan wafat pada
tanggal 21 Jumadil Akhir 13 H atau 23 Agustus 634 M, dengan nama lahir Abdullah
bin Abi Quhafah.
Setelah Nabi Muhammad wafat, Abu Bakar menjadi
khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 Masehi. Beliau menjadi
Khalifah selama 2 tahun, 2 bulan, dan 14 hari sebelum meninggal karena sakit.
Abu Bakar adalah satu di antara empat khalifah yang diberi
gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk.
nama Ash-Shiddiq menjadi gelar bagi Abu Bakar karena ia
menjadi orang yang pertama kali membenarkan kisah Isra Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang kemudian
Miraj ke Sidratul Muntaha, di mana saat itu banyak kalangan suku Quraisy yang
meragukan bahkan mendustakannya.
Abu Bakar tergolong dalam kelompok Assabiqun Al-Awwalun atau
kelompok orang yang mula-mula masuk ke dalam Islam. Ia berasal dari kalangan
orang dewasa yang pertama kali mempercayai dan mengimani Muhammad sebagai nabi
dan utusan Allah.
Dalam beberapa kesempatan, Abu Bakar sering terlibat dalam
urusan bersama Rasulullah di kala duka maupun suka, termasuk saat keduanya
hendak berhijrah dari Mekkah ke Yatsrib (Madinah, sekarang). Meski orang-orang
Quraisy siang malam mengejar Rasulullah dan Abu Bakar, keduanya akhirnya
selamat sampai di Madinah.
Setelah memimpin umat Islam selama kurang lebih dua setengah
tahun, Abu Bakar Ash-Shiddiq mengembuskan nafas terakhir pada tanggal 23
Agustus 634 masehi, tepat pada usia 61 tahun di kota Madinah. Ia wafat karena
sakit dan dimakamkan di sebelah makam Rasulullah.
B.
Kebijakan dan Strategi Abu Bakar As-Siddiq
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun
(632-634 M). Kekuasaan yang dijalankan oleh Abu Bakaar bersifat Sentral. Kekuasaan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif terpusat di
tangan khalifah. Selain itu khalifah pun menjalankan hukum. Meskipun demikian,
Abu Bakar lebih mementingkan musyaawarah dengan para sahabat. Abu Bakar
memiliki beberapa kebijakan dan strategi ketika memimpin negara, yaitu:
1.
Memerangi
kaum murtad
Setelah suksesi Abu Bakar As-Siddiq, beberapa masalah yang
mengancam persatuan dan stabilitas muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari
Hijaz dan Nejed menyatakan murtad atau membangkan pada khalifah baru dan sistem
yang ada. Beberapa diantaranya menolak membayar zakat, walaupun tidak menolak
agama Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memluk agama dan tradisi
lamanya, yakni menyembah berhala. Sukuk-suku tersebut menyatakan bahwa mereka hanya
memiliki perjanjian dengan nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, kematian Nabi
Muhammad SAW menjadi alasan sehingga perjanjian tersebut tidak berlaku lagi
Rasa kesukuan dan sifat faternalisistik, yaitu tunduk secara
membabi buta kepada pemimpinnya juga menjadi penyebab timbulnya gerakan murtad
(riddah).
Para kepala suku yang masih lemah imannya mempelopori gerakan
riddah. Khalifah Abu Bakar As-Siddiq memandang gerakan itu sangat berbahaya,
maka khalifah Abu Bakar As-Siddiq bersikap tegas. Ketegasannya itu tersirat
dalam salah satu ucapannya yaitu: “jika saja zakat itu seutas tali unta dan
mereka tidak mau menunaikannya, niscaya tetap aku perangi mereka”. Di balik
ketegasannya, kahlifah Abu Bakar As-Siddiq tetap berpesan kepada panglimanya
untuk mengadakan pendekatan sacara persuasif atau damai. Sebagian kaum murtad
ada yang menerima ajakan damai tersebut dan kembali tunduk kepada hukum Islam.
Namun ada juga yang tidak mau berdamai dan memilih perang, mereka dipimpin oleh
orang-oranf yang mengangkat dirinya sebagai Nabi. Mereka adalah nabi-nabi palsu
yang berusaha menghancurkan Islam. Nabi-nabi palsu antara lain:
a.
Aswad al Ansi
b.
Tulaihah bin Khuwailid al-Asadi
c.
Malik bin Nuwairah
d.
Musailamah al Kazab
Aswad an Ansi memimpin suku Badui di Yaman. Mereka berhasil merebut
Najran dan San’a. Akan tetapi, aswad al Ansi terbunuh oleh saudara gubernur
Yaman. Khalifah Abu Bakar as Siddiq mengirimkan Zubair bin Awwam untuk
menghancurkan mereka, ketika Zubair bin Awwan tiba di Yaman, Aswad al Ansi
telah terbunuh, pasukan Islam kembali berhasil menguasai Yaman.
Tulaihah bin Khuwailid al-Asadi menganggap dirinya sebagai
nabi, pengikutnya berasal dari bani Asad, bani Gatafan, bani Amir. Khalifah Abu
Bakar As Siddiq mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Pertempuran
terjadi di dekat sumur Buzakah pasukan Islam berhasil mengalahkan mereka.
Malik bin Nuwairah merupakan pemimpin bani Yarduk dan Bani
Tamim. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW, mereka tidak mengakui Islam. Pasukan
Khalid bin Walid kemudian bergerak menuju perkampungan mereka. Dalam
pertempuran yang sangat sengit, Malik bin Nuwairah terbunuh. Para pengikutnya
kacau balau dan cerai berai.
Musailamah al Kazab mengaku dirinya sebagai nabi ia didukung
oleh bani Hanifah di Yamamah. Mereka berhasil menyusun pasukan besar yang
berkekuatan 40.000 orang. Khalifah Abu Bakar as Siddiq mengirimkan Ikrimah bin
Abu Jahal dan Syurahbil bin Hasanah. Pada mulanya pasukan Islam terdesak, akan
tetapi pasukan bantuan segera datang di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Pasukan
Islam bertempur dengan gagah berani. Pasukan Musailamah al Kazab berhasil
dikalahkan, 10.000 orang murtad terbunuh. Sementara itu ribuan kaum muslimin
gugur dalam perang ini, termasuk para penghapal al-Qur’an. Perang ini terkenal
dengan sebutan peramg Yamamah dan merupakan yang paling besar di antara perang
melawan kaum murtad lainnya.
Setelah Musailamah al Kazab berhasil dikalahkan pasukan muslim
bergerak menuju Bahrain, Oman, dan Yaman. Ditempat-tempat tersebut kaum murtad
berhasil dikalahkan. Serangkaian perang melawan kaum murtad itu disebut Riddah.
Perang tersebut berhasil dimenangkan kaum muslimin dengan gemilang.
2.
Menyusun
Kitab (Kodifikasi Al-Qur’an)
Hasil karya masa khalifah Abu Bakar As Siddiq yang masih dapat
kita rasakan hingga sekarang adalah adanya mushaf Al-Qur’an. Ketika itu
Al-Qur’an tertulis dalam berbagai benda yang berserakan di berbagai tempat.
Usaha itu dilaksanakan atas saran Umar bin Khattab yang saat itu menjadi
penasihat utama khalifah Abu Bakar As Siddiq.
Pada mulanya khalifah Abu Bakar As Siddiq merasa enggan
melakukan tugas ini karena Nabi Muhammad SAW. tak pernah mencontohkannya. Akan
tetapi, umar bin Khattab mengemukakan beberapa alasan, salah satunya adalah
banyaknya para penghapal Al-Qur’an yang meninggal dalam perang Yamamah.
Khalifah Abu Bakar As Siddiq bersedia mewujudkan pengumpulan
ayat-ayat Al-Qur’an. Beliau menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai pemimpin proyek
mulia ini. Zaid bin Tsabit adalah sekretaris Rasulullah SAW, semasa hidupnya.
Jika ada wahyu yang turun, Zaid bin Tsabit menulisnya dengan bimbingan
Rasulullah SAW. wahtu tersebut kemudian dihafalkan oleh para sahabat. Selain
itu, ada juga sahabat yang menyalinnya ke pelepah kurma, bebatuan atau tulang
belulang. Mereka kemudian mengajarkan kepada kaum Muslimin di daerah lain.
Setelah usaha pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an selesai, mushaf
disimpan khalifah Abu Bakar As Siddiq, mushaf itu yang menjadi pedoman
pembelajaran Al-Qur’an kepada segenap kaum muslimin saat itu. Setelah khalifah
Abu Bakar As Siddiq wafat, mushaf tersebut disimpan oleh Habsah binti Umar,
yakni putri Umar bin Khattab dan salah seorang istri Rasulullah.
3.
Perluasan
wilayah Islam
Setelah situasi sosial politik masyarakat Islam dirasa stabil,
khilafah Abu Bakar As Siddiq, mulai menyebarkan Islam ke wilayah yang lebih
luas lagi. Perluasan wilayah tersebut bukan berarti penjajahan, sebab khalifah
Abu Bakar As Siddiq selalu menekankan kepada para panglimanya untuk mengadakan
pendekatan damai.
Ada 3 (tiga) hal yang menjadi pegangan utama para Da’i atau
tentara Islam saat memasuki daerah baru, antara lain sebagai berikut:
a.
Dianjurkan masuk Islam, maka jiwa serta hartanya akan
dilindungi.
b.
Boleh tidak masuk Islam, tetapi membayar Jizyah (pajak
perlindungan yang sangat ringan). Maka jiwa hartanya akan dilindungi.
c.
Jika menentang, mereka akan diperangi.
Ketiga hal itulah yang membuat para Da’i atau tentara Islam
disambut dengan suka cita ketika memasuki wilayah baru. Bahkan banyak rakyat
suatu daerah sangat mengaharapkan kedatangan Da’i atau tentara Islam. Hal itu
menunjukan bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.
Berbagai wilayah yang menjadi penyebaran Islam adalah wilayah
yang dikuasai kekaisaran persian dan benzantium. Persia menguasai wilayah yang
luas meliputi Irak, bagian barat suriah (syam) dan bagian utara jazirah Arab.
Sejumlah kabilah Arab tunduk dibawah kekuasaan mereka. Khalifah Abu Bakar As
Siddiq mengirimkan dua panglima untuk menundukan wilayah tersebut, yaitu Khalid
bin Walid dan Musanna bin Haritsah. Mereka mampu menguasai Hirah dan beberapa
kota lainnya, yaitu Anbar, Daumatul Jandal dan Fars. Peperangan ini dihentikan
setelah khalifah Abu Bakar As Siddiq memerintahkan Khalid bin Walid berangkat
menuju Suriah. Ia dierintahkan untuk membantu pasukan Muslim yang kesulitan
menghadapai pasukan Benzantium yang sangat besar. Kkomando pasukan kemudian
dipegang oleh Musanna bin Haritsah.
Kekaisaran Biantium menjadikan kota Damaskus, Suriah sebagai
pusat pemerintahan di wilayah Arab dan sekitarnya.
Untuk menghadapi kekaisaran Bizantium / romawi, Khalifah Abu
Bakar As Siddiq mengirimkan beberapa pasukan, yaitu :
a.
Pasukan Yazid bin Abu Sofyan ke Damaskus
b.
Pasukan Amru bin As ke Palestina
c.
Pasukan Syurahbil bin Hasanah ke Yordania
d.
Pasukan Abu Ubaidah bin Jarrah ke Hims
Pasukan Islam ketika itu berjumlah 18.000. adapun pasukan
Romawi berjumlah 240.000 orang. Menghadapi jumlah yang sangat besar itu pasukan
kaum muslimin mengalami kesulitan. Khalifah Abu Bakar As Siddiq segera
memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Syam. Khalid bin Walid
melakukan perjalanan bersejarah selama 18 hari melewati padang sahara yang
belum pernah dilewatinya. Ia segera bergabung dengan pasukan muslim yang ada di
sana.
Pertemputan akhirnya pecah di pinggir sungai Yarmuk. Oleh
karena itu perang ini disebut perang Yarmuk ketika perang tengah berkecamuk,
datanglah kabar bahwa Khalifah Abu Bakar As Siddiq meninggal dunia. Beliau
digantikan oleh Umar bin Khattab. Khalid bin Walid kemudian digantikan oleh Abu
Ubaidah bin Jarrah. Peperangan ini akhirnya dimenangkan oleh kaum muslim dan
menjadi kunci utama runtuhnya kekuasaan Bizantium di tanah Arab.
BAB III
KESIMPULAN
Nama asli beliau adalah Abdullah
Ibnu Abi Quhafah at Tamimi, di masa jahiliyah bernama Abdul Ka’bah. Setelah
masuk Islam, Nabi mengganti namanya menjadi Abdullah Abu Bakar. Namun
orang-orang memanggilnya Abu Bakar. Abu Bakar lahir pada 572 M di Mekkah. Abu Bakar tergolong dalam kelompok Assabiqun Al-Awwalun atau kelompok
orang yang mula-mula masuk ke dalam Islam. Ia berasal dari kalangan orang
dewasa yang pertama kali mempercayai dan mengimani Muhammad sebagai nabi dan
utusan Allah.
Pada masa kepemimpinan khalifah Abu
Bakar As-Siddiq memiliki beberapa kebijakan dan strategi
ketika memimpin negara, yaitu: :
1.
Memerangi kaum murtad
2.
Menyusun Kitab (Kodifikasi Al-Qur’an)
3.
Perluasan wilayah Islam
Setelah memimpin
umat Islam selama kurang lebih dua setengah tahun, Abu Bakar Ash-Shiddiq
mengembuskan nafas terakhir pada tanggal 23 Agustus
634 masehi, tepat pada usia 61 tahun di kota Madinah. Ia wafat karena sakit dan
dimakamkan di sebelah makam Rasulullah.
No comments:
Post a Comment