KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Sikap Tercela Adu Domba (Namimah) ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini. Dan Semoga kita termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya makalah ini. Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Kami sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan, baik dari aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan. Semua ini murni didasari oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik dan saran kepada segenap pembaca yang bersifat membangun untuk lebih meningkatkan kualitas di kemudian hari.
Bogor, Februari 2022
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Namimah
B. Dampak Negatif Adu Domba (Namimah)
C. Sikap Terhadap Pelaku Namimah
D. Cara Melepaskan Diri dari Perbuatan Namimah
E. Ucapan yang Bukan Termasuk Namimah
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat menyaksikan disekitar kita ada sebagian orang yang melakukan amal kebaikan dan sebaliknya ada yang melakukan amal buruk. Perilaku tercela dalam islam disebut dengan akhlak tercela atau akhlak syai’yah. Salah satu akhlak tercela yaitu namimah (adu domba). Kata adu domba identik dengan kebencian dan permusuhan. Sebagian dari kita yang mengetahui bahaya namimah mungkin akan mengatakan,“Ah, saya tidak mungkin berbuat demikian…” Tapi jika kita tak benar-benar menjaganya ia bisa mudah tergelincir. Apalagi ketika rasa benci dan hasad (dengki) telah memenuhi hati. Atau meski bisa menjaga lisan dari namimah, akan tetapi tidak kita sadari bahwa terkadang kita terpengaruh oleh namimah yang dilakukan seseorang. Oleh karena itu kita benar-benar harus mengenal apakah itu namimah.
Manusia adalah makhluk yang penuh dengan salah dan lupa, hal ini sudah menjadi suatu yang manusiawi, karena tidak ada manusia yang sempurna. Sehingga dalam makalah ini penulis membahas tentang salah satu akhlak tercela yaitu namimah agar kita dapat menghindari akhlak tercela tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Namimah?
2. Apa saja Dampak Negatif dari Adu Domba (Namimah)?
3. Bagaimana sikap terhadap pelaku Namimah?
4. Bagaimana cara melepaskan diri dari perbuatan Namimah?
5. Bagaimana ucapan yang bukan termasuk Namimah?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Pengertian Namimah
2. Dampak Negatif dari Adu Domba (Namimah)
3. Sikap terhadap pelaku Namimah
4. Cara melepaskan diri dari perbuatan Namimah
5. Ucapan yang bukan termasuk Namimah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Namimah
Menyampaikan perkataan seseorang atau menceritakan keadaan seseorang atau mengabarkan pekerjaan seseorang kepada orang lain dengan maksud mengadu domba antara keduanya atau merusakkan hubungan baik antara mereka, ini dinamakan namimah. Keadaan ini mengakibatkan timbulnya kejahatan antara keluarga dan sahabat, menceritakan hubungan orang dan sebenarnya hal ini berarti memperbanyak jumlah lawan.
Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan bahwa namimah adalah mengutip suatu perkataan dengan tujuan untuk mengadu domba antara seseorang dengan si pembicara. Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaani rahimahullah mengatakan bahwa namimah tidak khusus itu saja. Namun intinya adalah membeberkan sesuatu yang tidak suka untuk dibeberkan. Baik yang tidak suka adalah pihak yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita, maupun pihak lainnya. Baik yang disebarkan itu berupa perkataan maupun perbuatan. Baik berupa aib ataupun bukan. Rasulullah Saw. bersabda:
“Dari Abdullah bin Mas’ud, sesungguhnya Muhammad berkata, “Maukah kuberitahukan kepada kalian apa itu al’adhhu? Itulah namimah, perbuatan menyebarkan berita untuk merusak hubungan di antara sesama manusia”. (HR. Muslim)
Sikap adu domba bertujuan untuk merusak hubungan manusia di mana hubungan baik akan berubah menjadi buruk, perselisihan akan kerap terjadi, dan saling mengejek atau pun menghina akan semakin marak diucapkan. Imam Nawawi berkata:
“Para ulama menjelaskan namimah adalah menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara mereka.”
B. Dampak Negatif Adu Domba (Namimah)
Islam melarang umatnya melakukan adu domba karena menghancurkan hubungan yang sudah terbangun kokoh sehingga perintah untuk saling mengenal dan saling berbuat baik akan ditinggalkan. Selain hubungan yang akan hancur, adu domba akan memberikan beberapa dampak negatif lainnya, yaitu :
1. Mendapatkan siksa dan dosa
Rasulullah Saw. mengajarkan sahabatnya untuk tidak melakukan adu domba. Sikap itu akan membawa dosa dan siksa pada pelakunya dan kehancuran bagi orang-orang yang diadu domba. Rasulullah Saw. bersabda:
“Dari Ibnu Abbas, ketika Rasulullah Saw. melewati sebuah kebun di Madinah atau Makkah beliau mendengar suara dua orang yang sedang disiksa dalam kuburnya. Nabi bersabda, “Keduanya sedang disiksa dan tidaklah keduanya disiksa karena masalah yang sulit untuk ditinggalkan”. Kemudian beliau kembali bersabda, “Mereka tidaklah disiksa karena dosa yang mereka anggap dosa besar. Orang yang pertama tidak menjaga diri dari percikan air kencingnya sendiri. Sedangkan orang kedua suka melakukan adu domba”. (HR. Bukhari)
Selain pelaku adu domba akan mendapatkan siksa dan dosa, ia tidak ditempatkan pada surga. Rasulullah Saw. bersabda:
Tidak akan bisa masuk surga orang yang suka melakukan adu domba (Namimah). (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Merupakan hamba yang buruk
Umat Islam diperintahkan untuk senantiasa berbuat baik dan menjaga hubungan dengan manusia lainnya. Hal itu menjadikan kita seorang muslim sejati. Rasulullah Saw. bersabda:
“Seorang muslim (yang baik) adalah seseorang, yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya. (HR. Bukhari)
Ketika kita merusak hubungan baik seseorang, berarti kita telah ingkar pada perintah berbuat baik dan menjaga hubungan. Dan perbuatan adu domba merupakan perbuatan yang akan menimbulkan hubungan manusia hancur. Rasulullah Saw. bersabda:
“Dari ‘Abdurrahman bin Ghanmin, dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Sebaik-baik hamba Allah ialah orang-orang yang apabila mereka itu dipuji, disebutlah nama Allah, dan seburuk-buruk hamba Allah ialah orang-orang yang berjalan kesana-kemari berbuat namimah, orang-orang yang memecah persatuan dengan mencari-cari cela dan keburukan orang-orang yang bersih”. (HR. Ahmad)
3. Menimbulkan sikap saling membenci
Sikap adu domba akan menghancurkan hubungan manusia. Dalam proses hancurnya hubungan manusia, sikap saling membenci akan ada sebagai perantaranya. Rasulullah Saw. bersabda:
“Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lain, dia tidak menzaliminya dan tidak menyerahkannya (kepada musuh), barang siapa yang memenuhi keperluan saudaranya (Muslim) nescaya Allah akan memenuhi keperluannya, barang siapa yang menghilangkan kesusahan seorang Muslim nescaya Allah akan menghilangkan kesusahan-kesusahannya pada Hari Kiamat, dan barang siapa menutupi aib seorang Muslim niscaya Allah akan menutupi aibnya pada Hari Kiamat”. (HR. Bukhari dan Muslim).
C. Sikap Terhadap Pelaku Namimah
Imam An-Nawawi berkata, “Dan setiap orang yang disampaikan kepadanya perkataan namimah, dikatakan kepadanya: “Fulan telah berkata tentangmu begini begini. Atau melakukan ini dan ini terhadapmu,” maka hendaklah ia melakukan enam perkara berikut:
1. Tidak membenarkan perkataannya. Karena tukang namimah adalah orang fasik.
2. Mencegahnya dari perbuatan tersebut, menasehatinya dan mencela perbuatannya.
3. Membencinya karena Allah, karena ia adalah orang yang dibenci di sisi Allah. Maka wajib membenci orang yang dibenci oleh Allah.
4. Tidak berprasangka buruk kepada saudaranya yang dikomentari negatif oleh pelaku namimah.
5. Tidak memata-matai atau mencari-cari aib saudaranya dikarenakan namimah yang didengarnya.
6. Tidak membiarkan dirinya ikut melakukan namimah tersebut, sedangkan dirinya sendiri melarangnya. Janganlah ia menyebarkan perkataan namimah itu dengan mengatakan, “Fulan telah menyampaikan padaku begini dan begini.” Dengan begitu ia telah menjadi tukang namimah karena ia telah melakukan perkara yang dilarang tersebut”.
D. Cara Melepaskan Diri dari Perbuatan Namimah
Janganlah rasa tidak suka atau hasad kita pada seseorang menjadikan kita berlaku jahat dan tidak adil kepadanya, termasuk dalam hal ini adalah namimah. Karena betapa banyak perbuatan namimah yang terjadi karena timbulnya hasad di hati. Lebih dari itu, hendaknya kita tidak memendam hasad (kedengkian) kepada saudara kita sesama muslim. Hasad serta namimah adalah akhlaq tercela yang dibenci Allah karena dapat menimbulkan permusuhan, sedangkan Islam memerintahkan agar kaum muslimin bersaudara dan bersatu bagaikan bangunan yang kokoh.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian saling mendengki, saling membenci, saling bermusuhan, dan janganlah kamu menjual barang serupa yang sedang ditawarkan saudaramu kepada orang lain, dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim).
Berusaha dan bersungguh-sungguhlah untuk menjaga lisan dan menahannya dari perkataan yang tidak berguna, apalagi dari perkataan yang karenanya saudara kita tersakiti dan terdzalimi. Bukankah mulut seorang mukmin tidak akan berkata kecuali yang baik.
E. Ucapan yang Bukan Termasuk Namimah
Apakah semua bentuk berita tentang perkataan/perbuatan orang dikatakan namimah? Jawabannya, tidak. Bukan termasuk namimah seseorang yang mengabari orang lain tentang apa yang dikatakan tentang dirinya apabila ada unsur maslahat di dalamnya. Hukumnya bisa sunnat atau bahkan wajib bergantung pada situasi dan kondisi. Misalnya, melaporkan pada pemerintah tentang orang yang mau berbuat kerusakan, orang yang mau berbuat aniaya terhadap orang lain, dan lain-lain. An-Nawawi rahimahullah berkata, “Jika ada kepentingan menyampaikan namimah, maka tidak ada halangan menyampaikannya. Misalnya jika ia menyampaikan kepada seseorang bahwa ada orang yang ingin mencelakakannya, atau keluarga atau hartanya.”
Pada kondisi seperti apa menyebarkan berita menjadi tercela? Yaitu ketika ia bertujuan untuk merusak. Adapun bila tujuannya adalah untuk memberi nasehat, mencari kebenaran dan menjauhi/mencegah gangguan maka tidak mengapa. Akan tetapi terkadang sangat sulit untuk membedakan keduanya. Bahkan, meskipun sudah berhati-hati, ada kala niat dalam hati berubah ketika kita melakukannya. Sehingga, bagi yang khawatir adalah lebih baik untuk menahan diri dari menyebarkan berita.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Seseorang selayaknya memikirkan apa yang hendak diucapkannya. Dan hendaklah dia membayangkan akibatnya. Jika tampak baginya bahwa ucapannya akan benar-benar mendatangkan kebaikan tanpa menimbulkan unsur kerusakan serta tidak menjerumuskan ke dalam larangan, maka dia boleh mengucapkannya. Jika sebaliknya, maka lebih baik dia diam.”
BAB III
KESIMPULAN
Adu domba adalah menjadikan berselisih di antara pihak yang sepaham. Sikap adu domba bertujuan untuk merusak hubungan manusia di mana hubungan baik akan berubah menjadi buruk, perselisihan akan kerap terjadi, dan saling mengejek atau pun menghina akan semakin marak diucapkan. Perilaku adu domba akan menimbulkan dampak siksa dan dosa bagi pelakunya, mendapatkan predikat hamba yang buruk dan mengakibatkan adanya sikap saling membenci.
Untuk melepaskan diri dari perbuatan namimah kita berusaha dan bersungguh-sungguhlah untuk menjaga lisan dan menahannya dari perkataan yang tidak berguna, apalagi dari perkataan yang karenanya saudara kita tersakiti dan terdzalimi. Bukankah mulut seorang mukmin tidak akan berkata kecuali yang baik.
Untuk tujuan yang baik dan kemaslahatan bersama beberapa ulama membolehkan menyampaikan informasi mengenai seseorang dan tidak memasukannya dalam kategori namimah. Dalam hal ini imam syafi’i memberi batasan untuk kehati-hatian, beliau berkata “Seseorang selayaknya memikirkan apa yang hendak diucapkannya. Dan hendaklah dia membayangkan akibatnya. Jika tampak baginya bahwa ucapannya akan benar-benar mendatangkan kebaikan tanpa menimbulkan unsur kerusakan serta tidak menjerumuskan ke dalam larangan, maka dia boleh mengucapkannya. Jika sebaliknya, maka lebih baik dia diam.”
DAFTAR PUSTAKA
https://bhaskaranet.blogspot.com/2016/07/makalah-namimah.html
https://eykhaidris.blogspot.com/2017/02/makalah-namimah-dan-ghibah.html
https://mediainstanbelajar.blogspot.com/2017/03/makalah-akhlak-tercela-materi-aqidah.html
https://text-id.123dok.com/document/nq77eo9vq-pengertian-namimah-perilaku-menghindari-perbuatan-namimah-larangan-ghibah-dampak-negatif-dari-perbuatan-ghibah-perilaku-menghindari-ghibah.html
No comments:
Post a Comment